Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Lecturer I Researcher

Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion I FISIP Universitas Setia Budhi Rangkasbitung I Menulis untuk ridho Allah, menjaga kewarasan, menebar kemanfaatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Peran Politik Tentara Dikhawatirkan?

2 April 2025   23:35 Diperbarui: 3 April 2025   20:32 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat sipil dan mahasiswa menggelar demo tolak RUU TNI di depan Gedung Grahadj saat Apel Operasi Ketupat 2025, Kamis (20/3/2025).(KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH) 

Dalam model ini, militer berada pada posisi sebagai sub-ordinat dari pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum. Dan ini adalah keniscayaan yang tidak bisa ditawar. Militer tidak boleh terlibat dalam urusan politik. Fungsi tunggalnya adalah sebagai alat pertahanan dan keamanan negara.

Cara pandang yang demikian tentu bukan tanpa alasan. Sebagai alat pertahanan dan keamanan negara, selain harus fokus dengan fungsi utamanya ini, militer dituntut untuk hanya memiliki loyalitas tunggal yakni terhadap negara.

Dalam rentang waktu tertentu (sesuai dengan masa jabatan pemerintahan sipil hasil Pemilu berkuasa), militer wajib patuh dan loyal pada rezim elektoral.

Kepatuhan dan loyalitas itu merupakan konsekuensi demokrasi karena pemerintahan sipil yang berkuasa dibangun diatas kedaulatan rakyat.

Dengan demikian, kepatuhan dan loyalitas tentara kepada pemerintah hasil Pemilu pada hakekatnya merupakan kepatuhan dan loyalitas tentara kepada rakyat sebagai pemilik sah kedaulatan.

Alasan lainnya karakter militer dianggap berlawanan secara diametral dengan tradisi demokrasi dan masyarakat sipil. Militer dioperasikan dengan cara-cara komando dan bersifat hierarkis. Sementara masyarakat sipil dibangun diatas prinsip dan tradisi demokrasi yang mengedepankan kebebasan, partisipasi dan kesetaraan sebagai warga negara. Memberi ruang pada militer untuk terlibat jauh dalam kehidupan politik potensial dapat menghalangi perkembangan demokrasi.      

Kemudian yang tidak kalah pentingnya, bahwa sebagai institusi, militer merupakan organisasi yang memiliki kekuatan fisik yang melampaui kekuatan elemen-elemen masyarakat sipil. Mereka memiliki anggota (yakni para prajurit) yang terlatih, solid dibawah sistem komando yang bersifat hierarkis, dan dipersenjatai.

Dalam postur yang demikain, memberikan keleluasaan kepada militer untuk terlibat jauh dalam kehidupan politik (termasuk misalnya dalam kontestasi elektoral) adalah tindakan yang mengandung bahaya.

Itulah sebabnya, dalam perhelatan demokrasi elektoral kita, bahkan hak pilih (hak politik) anggota TNI dalam Pemilu ditangguhkan hingga mereka memasuki usia pensiun sebagai tentara.

Esprit de Corpus Tentara 

Bertolak belakang dengan perspektif demokrasi yang berlaku di negara-negara barat, di negara-negara berkembang pada umumnya atau di negara-negara otoriter, militer kerap dianggap sebagai kekuatan politik yang memiliki hak untuk ikut mengatur dan mengambil keputusan-keputusan politik strategis bersama kekuatan politik lainnya, terutama partai politik dan parlemen.

Berbasis cara pandang itulah kemudian militer di negara-negara berkembang atau otoriter seringkali --jika tidak selalu-- terlibat jauh dalam kehidupan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun