Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mungkinkah Orang yang Iri Hati Berobat ke Psikiater?

10 Oktober 2020   16:24 Diperbarui: 10 Oktober 2020   16:29 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pro Church Media on Unsplash

Aku termasuk yang suka membagi artikel terkait gangguan mental. Tapi cari sumber ya gak ngasal juga. Sama seperti info lainnya, bahas gim cari web tekno, cari info kesehatan tentu ke laman yang kredibel dan fokus pada info-info terkait kesehatan.

Apalagi saat ini Google mewajibkan kompetensi punggawa laman, agar konten yang ada di situs tertentu bisa dipertanggungjawabkan. Terutama terkait isu kesehatan, finansial, dll.

Efek positif dari kegiatanku membaca dan menulis tentang penyakit mental ini adalah, pertama, merasa terpuaskan. Seorang anak yang suka membaca belum tentu senang membaca buku pelajaran. Karena materi buku tidak menarik.

Begitu pula kita, meski mengklaim diri suka membaca, tak semua bacaan menarik minat kita kan. Artinya ketika hobi dan minat terlampiaskan, tentu muncul rasa puas.

Baca juga: Ternyata Psikopat Bisa Jatuh Cinta

Kedua, membaca dan menulis hal terkait penyakit mental menjadikan diri berusaha memahami orang lain. Tapi pada poin kedua ini, ada hal yang menurutku negatif juga. Contohnya apa yang dilakukan oleh salah seorang temanku.

Kalau urusan agama boleh dicandain, barangkali dia adalah malaikat berwujud manusia. Karena selama bergaul dengannya, berkali-kali kulihat ia jadi korban iri hati dan dimanfaatkan orang lain, tapi ia selalu punya alasan untuk berprasangka baik.

Salah satunya, gangguan mental itu tadi. Kata andalannya adalah "kasihan". Kasihan karena A adalah korban broken home, B adalah penderita depresi, C punya trauma, D korban pola asuh, dst.

Pernah kukatakan, kalau semua orang memakai alasan trauma lalu berubah menjadi penyakit mental untuk kemudian menzalimi orang lain, jangan-jangan setan pun harus dikasihani.

Bukankah Iblis (biangnya setan) tadinya adalah penghuni surga, lalu sakit hati melihat Adam yang diistimewakan Allah. Seperti anak sulung yang kecewa ketika orangtuanya lebih peduli pada si bungsu. Apakah Iblis merupakan korban kekerasan psikis?

Hoho, jangan menyesatkan orang dong!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun