Sambil menyendokkan mie untuk kuseruput dan sesekali mengecek WhatsApp, tiba-tiba ada miscall via telepon. Aku angkat.
“Wa’alaikumussalam, iya bang. Alhamdulillah kabarku baik, sehat-sehat saja, ini masih makan siang di warung.”
“Posisi ente[5] dimana ini, Bro tepatnya?” tanyanya yang menghubungiku, “Kalau sempat mampir kerumah,” lanjutnya. Pucuk dicinta, ulampun tiba.[6] Memang niat hati kesana (rumah teman di Ngawi, yang barusan menghubungiku), setelah hingga siang menjelang sore aku tak menemukan rumah teman yang di Magetan.
“Ini ada di wilayah Pasar Parang, Bang.” Tukasku cepat.
“Ohh, begini saja Bro. Kamu coba terus saja kearah alun-alun Magetan, sampai sana lihat petunjuk arah ke stadion lalu ke arah Kendal. Nah, setelah Kendal teruslah ke Jogorogo, usahakan tunggu di sekitaran pasar, nang kunu ngku tak papak awakmu.”[7] Kata si teman dengan panjang-lebar menguraikan arah jalan kerumahnya.
“Okay, Bang. Habis ini coba tak langsung kesana,”ucapku paham.
“Sampun Buk, sedaya pinten”, seruku bertanya harga sambil bangkit dari kursi,
berjalan kearah dapur warung untuk membayar pesananku tadi.
Sejurus kemudian aku mengegas Honda Supra X lagi. Dikarenakan aku tidak sengaja tersasar ke arah jurusan Tawangmangu dan baru tersadar setelah melihat ke samping jalan raya ada plang besar bertulisan “TAWANGMANGU’ disertai tanda panah. Sekitar waktu Maghrib aku baru sampai, langsung menuju musholla kecil di sebelah Mart, selatan Pertigaan Tugu Pasar Jogorogo. Segera setelah memarkir kendaraan aku menggabungkan diri dengan jamaah maghrib yang masih berlangsung. Selesai sholat yang aku lanjutkan menjama’ sholat Isya, aku bergegas keluar musholla sambil mengalungkan tas cangklong di depan dada dan menenteng tas punggung dengan tangan kanan. Jika terlalu malam, pertemuanku ini mengganggu teman.
“Ini aku sudah di Pasar Jogorogo, tepatnya di depan Mart sebelah selatan Tugu Pasar”, kaatas di Hape. Aku duduk menunggu diatas jok Honda Supra X milikku.
Tidak berselang lama, deru motor teman lama berhenti di sampingku.