Budaya setempat harus mampu melawan (resisten), menyaring atau bahkan memberi warna baru yang merupakan ciri-unik budayanya pada berbagai hal yang masih “meragukan” dan masih menjadi bahan perdebatan atau sumber konflik tersebut. Untuk itu diperlukan sikap percaya diri dan kemauan serta tekad untuk senantiasa mencintai, menggali dan mengeruk harta atau warisan kekayaan budaya yang melimpah.
Faktor kritis kepercayaan-diri anak bangsa pada budayanya sendirilah yang kini sedang dipulihkan atau ditingkatkan oleh Presiden Jokowi. Namun masalahnya jadi tidak sederhana, manakala budaya lokal/nasional telah diperlemah oleh pengaruh budaya asing lain. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyulut api perbedaan melalui benturan-benturan yang sengaja dikondisikan. Benturan yang mengancam persatuan dan kian memperlemah kepercayaan-diri budaya lokal/nasional. Mungkin hal seperti inilah yang dimaksud oleh Bpk. Presiden Jokowi sebagai “perang” –nya anak bangsa.*)
Dari simpulan di atas masihkah kita menganak-tirikan aliran kepercayaan? Masihkah kita meributkan atau bahkan menolak Islam Nusantara? Atau bahkan masihkah kita bersikukuh pada pembatasan undang-undang terkait pembatasan jumlah keyakinan yang secara resmi diakui? Mungkin, sekaranglah saatnya kita berani berkata tidak. Merdeka !
Tulisan ini terinspirasi dari :
Batman, Catatan Pinggir, Gunawan Mohamad
Majalah Tempo, Edisi Senin, 06 Agustus 2012~
https://caping.wordpress.com/category/pepeling/
*) NB: ke wacana tentang “perang”-nya Bpk. Presiden Jokowi
Perang yang bahkan telah mulai meracuni bumi tanah tempat tumbuh kembangnya pohon demokrasi dan keberbhinekaan. Pohon yang telah kita pilih dan sepakati bersama kini terancam layu oleh racun radikalisasi dan kebencian. Kebencian yang menyulut ragam penistaan pada praksis dan nilai hidup yang menjunjung tinggi keberbhinekaan.
Racun itu terserap melalui pori-pori bumi demokrasi yang berlabel kebebasan mengemukakan pendapat. Karenanya tanah harus segera dibajak-ulang, yang masih baik harus diselamatkan, yang tercemar harus dipinggirkan. Baru setelah benar-benar bebas dari cemaran tanah-lah, kita layak bicara kembali tentang pohon demokrasi! ( Mungkin atas dasar alasan inilah Bpk. Presiden mulai bertekad untuk menghidupkan kembali pasal penistaan )
#kecerdasanjamak #saveourhealthybelief
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI