Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengapa Para Kades Mudah Digiring Politik Tingkat Tinggi?

20 Januari 2023   20:38 Diperbarui: 23 Januari 2023   14:37 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi-media mahasiswa indonesia

Tentu saja fakta ini semakin membuat peristiwa ini makin menarik. Apalagi alasan perpanjangan tersebut karena pemilihan kades membuat polarisasi-persaingan politik di tingkat desa cukup berkepanjangan sehingga dengan memperpanjang masa jabatan menjadi 9 tahun, maka diharapkan pembangunan desa menjadi lebih maksimal. 

Polarisasi yang dimaksud adalah persaingan politik para pihak yang tadinya bekerja sama dengan kepala desa malah jadi tidak mau bekerja sama ketika sudah mendekati masa pergantian kepala desa.  Nah, apa tidak sebaliknya ketika bertambah masa jabatan, konflik justru tambah kuat. Siapa sih yang rela turun dari kursi panas setelah nyaman selama 9 tahun?.

Benarkah demikian?. Jika itu persoalannya, bukankah perbaikan sistem pemilihan kadesnya saja yang diperbaiki, bukan justru pada perpanjangan masa jabatan. Selain sarat dengan kepentingan terkait dana desa, ini juga bersangkut paut dengan situasi politik saat ini.

Peneliti Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Sunaji Zamroni menyebut bahwa hal itu tidak masuk akal dan hanya kompromi para politikus saja. Artinya banyak muatan politisnya. Apalagi jika alasan perpanjangan untuk meminimalisasi anggaran pemilihan dan meredam isu konflik pasca-pemilu kades, maka waktu enam tahun seharusnya cukup. Namun jika ganjalannya soal anggaran, hal itu sangat teknis dan lebih mudah untuk dicarikan solusinya.

sumber foto-FISIP
sumber foto-FISIP
Dan jika persoalannya terkait tuntutan mengurus kepentingan masyarakat dan menunaikan janji-janji kampanye, waktu enam tahun sudah sangat memadai untuk membangun dan memajukan desa.

Apalagi jika ganjalannya soal jeda waktu agar resolusi kampanye pasca pemilu kades mestinya enam tahun itu juga cukup. 

Jika permohonan tersebut cepat direspon oleh DPR, secepat presiden menyetujui, ditambah lagi ada upaya untuk menunda pelaksanaan pemilu, bukan tidak mungkin konstelasi politik berubah 180 derajat.

Artinya bisa saja, persoalan capres-cawapres yang selama ini menjadi persoalan paling krusial politik Indonesia akan berhadapan dengan situasi tak terduga.

Terutama dengan adanya kemungkinan perpanjangan masa jabatan presiden sebagai efek domino dari kenaikan jabatan para kades.

Meskipun ini baru sebuah wacana dan praduga, namun sangat realistis dapat diimplementasikan. Tentu kita semua dapat menebak kemana arah perubahan politik tersebut terhadap Pilpres 2024.

Alasan Kurang Meyakinkan

sumber foto-kegiatan desa nagrek kendan
sumber foto-kegiatan desa nagrek kendan

Setidaknya terdapat dua alasan mengapa para pendemo berharap pemerintah dan DPR RI mengakomodasi tuntutan para kepala desa ini.

Pertama, enam tahun memang tidak cukup bagi kepala desa membangun daerah masing-masing sebab dua atau tiga tahun pertama masa jabatan biasanya habis untuk konsolidasi. 

Kedua, pasca-pandemi anggaran negara untuk pemilihan kepala desa sebaiknya dihemat untuk pembangunan, daripada  untuk pemilihan kepala desa. 

sumber ilustrasi-alinea.id
sumber ilustrasi-alinea.id

Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Dr Johanes Tuba Helan menganggap, butuh alasan kuat terkait usulan penambahan  masa jabatan kepala desa. 

Harus ada kepastian tentang kebenaran informasi bahwa waktu efektif untuk membangun desa hanya dua tahun dalam satu periode jabatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun