Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Phasmophobia Jangan Kuatir, Ada Film Horor Untuk Solusinya

9 Agustus 2022   21:58 Diperbarui: 21 Agustus 2022   10:50 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sebenarnya aku adalah korban dari imajinasi film horor yang sulit disembuhkan. Ketika televisi masih langka, dan di rumah hanya di hidupkan saat Dunia Dalam Berita, Teater Koma dan beberapa sandiwara versi teater itu merajai hiburan selain Manasuka Siaran Niaga-iklan satu-satunya ketika itu.

Satu-satunya akses menonton adalah dengan menonton televisi tetangga dari lantai dua rumah yang berbatas dengan ruang televisi keluarga tetangga, itu pun dengan cara mencuri-curi. 

Maka dalam keadaan lampu temaram, dilantai dua sendirian sensasi film dan sandiwara horor itu menjadi begitu hidup.

Anehnya aku terus menontonnya dalam balutan selimut. Waktu itu sempat berpikir, jika dalam selimut hantu-hantu pasti tak akan melihatnya. Maka dampaknya, kemudian aku "nikmati" sendiri. Semua di luar kontrol orang tua.

Hingga besar kemudian, aku justru antipati dengan film horor. Kata orang  aku mengidap Phasmophobia-(rasa takut terhadap hantu). Rasa takut akan hantu ini akan mencapai tahapan tidak wajar karena bisa membuat orang tersebut sampai berhalusinasi dan menjadi tidak rasional terhadap apa yang sedang terjadi. 

Jadi, menurutku sebenarnya dilematis juga jika mengajak anak-anak menonton film horor. Sedikit kuatir karena takut akan membuat anak-anak trauma. Terutama karena daya nalarnya yang belum nyambung dengan realitas sebenarnya.

Badut Pennywise dalam film horor It (2017)-lifestyle kompas.com  
Badut Pennywise dalam film horor It (2017)-lifestyle kompas.com  

Banyak anak belum bisa menempatkan adegan dalam film horor ke dalam pikiran yang sebenarnya. 

Anak menganggap hantu dan sebangsanya sebagai benda riil. Meskipun diberi penjelasan hanya rekayasa sinema, tetap saja belum sesuai daya cerna nalarnya. Anak-anak berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan dan juga fobia berkepanjangan.

Maka memang sebaiknya, anak nonton film horor ketika perkembangan kognitif atau daya nalarnya sudah berkembang lebih baik. Minimal anak sudah berusia di atas 14 tahun.

Untuk tontonan yang bukan horor saja, anak-anak membutuhkan screen time untuk mengatur durasi nonton dan jenis tontonannya. 

Anak-anak menonton harus dalam bimbingan orang tua, dengan perjanjian atau komitmen yang sebelumnya sudah dinegosiasikan dengan orang tua, termasuk jenis tontonan dan waktunya.

Film Horor Berbahaya Bagi Anak?

Memangnya film horor berbahaya bagi anak-anak? Apa ada efek buruknya?

Hingga usia pra-remaja sebenarnya anak-anak tidak dianjurkan untuk menonton horor.

Pengalaman masa kecil ketika di ajak kakek menonton film horor membuat kejadian itu terus membekas dan menjadi peristiwa traumatis. Bahkan ketika baru pulang dari bioskop, terasa seluruh isi rumah menjadi sangat menakutkan. Meskipun orang tua menjelaskan bahwa semua film horor adalah reka imajinasi.

Terbalik dengan pola pikir anak-anak, film horor banyak menampilkan hal-hal yang tidak masuk akal dan tidak logis. Mahluk yang bisa terbang, menghilang dan muncul kapan saja di mana dengan wajah yang seram menakutkan, selalu digambarkan berada di tempat gelap.

Pada akhirnya, anak akan bingung mana yang nyata dan masuk akal, serta mana yang hanya ada di dalam cerita film. Kondisi tersebutlah yang nantinya akan menimbulkan efek buruk dalam jangka pendek dan jangka panjang pada anak.

Pertama, Fobia dan Gangguan Kecemasan

Bahkan ketika menonton film perang  saja, bisa menimbulkan kecemasan parah.  Anak-anak memang berisiko lebih besar mengalami gangguan kecemasan dan fobia setelah menonton film, jika dibandingkan orang dewasa.

Namun tidak sedikit orang dewasa yang masih mengalami phobia dan trauma akibat pengalaman yang salah ketika kanak-kanak karena menonton film horor.

Berdasarkan banyaknya pengalaman dan perkembangan usianya, anak-anak semakin bisa memahami mana realitas dan mana yang imajinasi. 

Perkembangan kognitif manusia didasarkan pada caranya memahami dunia. Semakin tumbuh dan mempelajari banyak hal, pola berpikirnya pun akan berkembang dan berubah.

ilustrasi gambar: lenterakeluarga.com
ilustrasi gambar: lenterakeluarga.com

Kedua, Gangguan Tidur

Ketika pertama kali menonton film horor, bunyi tetabuhan yang berasal dari surau di dekat rumah menjadi terasa sangat menakutkan. 

Bayangan makhluk hitam, bersayap dan bisa terbang dengan cepat, terus  muncul sekalipun sudah diyakini dalam hati hanyalah khayalan.

Banyak adegan dalam film horor yang sulit dipahami oleh nalar anak-anak. Apalagi dengan visual yang sangat realistik, suara yang mendukung, membuat semuanya menjadi semakin menakutkan. Kecemasan yang timbul bisa ditandai dengan keluarnya keringat dingin dan jantung yang berdetak lebih kencang.

Dan kekawatiran kita, kecemasan dan ketakutan itu bisa berlangsung lama, terakumulasi  hingga menjadi trauma berkepanjangan.

ilustrasi gambar:ivonnezone.
ilustrasi gambar:ivonnezone.

Ketiga, Agresi dan Kekerasan

Barangkali yang juga mengawatirkan dan sangat dilematis bagi orang tua, meskipun anak-anak ada yang kuat hati menonton film horor, namun adegan kekerasan, penyiksaan dapat mengganggu rasa sensitifitas mereka terhadap kekerasan yang dialaminya dalam kehidupan nyata.

Bukan tidak mungkin bibit-bibit temperamental anak berasal dari akumulasi imajinasi tontonan horornya. Maka peran keluarga, komunikasi dan bimbingan harus menjadi perhatian yang intens.

ilustrasi gambar: alodokter
ilustrasi gambar: alodokter
Solusi dan Ketakutan Sehat

Meskipun dianggap menakutkan, film horor menurut Parents, Shelli Dry, OTD, direktur operasi klinis di Enable My Child, penyedia terapi pediatrik,  dengan karakter menakutkannya dapat membentuk semacam ketakutan yang sehat.

Film dapat memberi efek mengembangkan ketangguhan pada anak. Belajar untuk bisa pulih dan mengatasi rasa takutnya setelah menonton film. 

Ingat dengan kisah film animasi monster, ketika energi ketakutan justru menjadi energi pembangkit bagi kalangan monster, kurang lebih begitulah energi ketakutan dapat diberdayakan. 

Pengembangan ketahanan, yang diperoleh dari interaksinya setelah menonton film horor, dapat membuat anak mampu mengidentifikasi hal-hal positif, dan mengidentifikasi strategi mengatasi masalah. Beberapa film horor yang mengerikan seringkali juga menampilkan keberanian, persahabatan, dan cinta protagonis.

Apa jadinya jika anak kita justru penyuka film horor?, apa yang harus kita lakukan?.    Menurut Elizabeth Santosa,  seorang psikolog dan penulis buku Raising Children Digital Era, bahwa tips orang tua untuk menghadapi anak yang suka menonton film yaitu kenali jenis tontonan.

Mengapa hal itu dibutuhkan?, dengan mengetahui jenis film yang ditonton, karakter pemeran dan alur cerita pada film, kita dapat memberi arahan, mendiskusikannya dengannya tentang nilai moral dari film tersebut. Intinya kita harus tetap menjadi pendamping yang setia dan siaga. Gunakan  budaya  sensor mandiri untuk mengukurnya.

Sebuah studi terbaru menunjukkan, penggemar film horor bernasib lebih baik secara psikologis dibandingkan yang orang-orang yang tidak menyukai film horor.  Ini hasil kajian penelitian dari University of Chicago, Coltan Scrivner, Ph.D. 

Salah satu alasannya,  orang yang menyukai film horor mendapatkan sedikit tekanan psikologis karena kemungkinan mereka dapat berlatih melawannya dengan emosi negatif di tempat yang aman. 

Alasan yang cukup logis, tapi apakah kita siap mengajak anak menonton film horor. Atau jangan-jangan justru  kita  takut film horor karena kita korban salah kaprah ketika menonton  film horor saat kanak-kanak?.

referensi: 1, 2,3,4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun