Tarjo tetap ngotot untuk dapat jatah air minggu ini, tidak peduli dengan kemauan bapaknya. Apalagi kakaknya.Â
Pokoknya sawahnya harus basah, bagaimanapun caranya, meskipun harus melawan bapak dan kakaknya sendiri.Â
Perebutan jatah air untuk sawah kedua kakak beradik itu, terjadi di minggu-minggu itu. Kedua anaknya saling berlomba dapat air untuk sawahnya.Â
Pagi hari, Tarjo membuka pintu air ke sawahnya. Malam harinya Sarwono diam-diam menutupnya dan mengalirkan ke petak sawahnya.Â
Tak ayal kedua kakak beradik itu seringkali terlibat pertengkaran, bahkan perkelahian di tengah sawah.
Bahkan kadang kala berkelahi hebat sampai bergelut di pematang dan mandi lumpur, bergulat di sawah.Â
Untung saja, tetangga yang sama-sama penggarap sawah ada di tempat kejadian dan memisahkan keduanya.Â
Sementara, karena berebut air, akibatnya sawah kedua kakak beradik itu, tidak mendapat asupan air dengan maksimal.Â
Tanah basah sebentar, lalu kering kerontang. Padi menguning sebelum waktunya, mengering dan gabuk.Â
Sejak itu Sarwono, memilih tinggal sendiri bersama istri dan kedua anaknya. Memisah dengan bapaknya yang serumah dengan adiknya.
Ia menempati rumah kosong, bekas ibunya. Di sebelah rumah bapak dan adiknya itu.