Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kemarau yang Membunuh Bapak

6 September 2021   07:38 Diperbarui: 7 September 2021   05:24 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen : Gagal Panen. Sumber: Regional Kompas

Satu persatu petak sawah bapaknya telah di jual untuk modal hidup kakaknya di Jakarta. Bahkan akibatnya, bagian sawah yang harusnya menjadi bagiannya, tinggal sedikit, hanya bisa untuk makan sehari-hari. 

Dan tiba-tiba baru tiga bulan nggarap sawah, kakaknya itu mau nyerobot jatah air untuk sawahnya. 

Tarjo kini geram. Kali ini ia tak tahan lagi dan berniat melawan kakaknya, bahkan juga kehendak bapaknya. 

"Dasar anak bodoh" gerutu Sarwono dalam hati, begitu mendengar perkataan adiknya kepada bapaknya. 

"Kau pikir, kau bisa sekolah, kalau aku tidak jadi buruh pabrik di Jakarta" geram Sarwono masih dalam hati. 

Belum laginya, pengobatan paru-paru ibunya yang menahun dan parah. Setiap bulan, Sarwono mengirim uang untuk sekolah adiknya dan biaya obat ibunya. 

Sawah yang dimiliki bapak, tidak mungkin bisa untuk membiayai sekolah Sutarjo hingga tamat sekolah atas. Ditambah ibunya yang sakit-sakitan, hingga ajal menjempunya. 

Sarwono, merasa dialah yang mengalah, terpaksa berhenti sekolah sampai bangku pertama saja. 

Harus pontang panting bekerja jadi buruh pabrik di Jakarta, demi membiayai sekolah adiknya hingga tamat sekolah atas, juga membiayai pengobatan ibunya. 

Sejak percakapan itu, keluarga Paiman kacau balau. Belum juga tiba masanya, gagal panen sejak awal sudah dirasakan. 

Paiman yang sudah lama menduda, tak bisa mengatur kedua anak laki-lakinya untuk akur. Hari-harinya hanya gelisah dan risau. Kedua anaknya semakin kacau. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun