Mohon tunggu...
Wisnu Jakhir Ramadhan
Wisnu Jakhir Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Student of the Indonesian Language and literature study program, Indonesian Educational Universities

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Kehidupan dalam Puisi "Hatiku Selembar Daun" Karya Sapardi Djoko Damono

20 Desember 2023   11:31 Diperbarui: 20 Desember 2023   11:37 2434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada puisi Hatiku Selembar Daun, tidak memperhatikan kaidah yang berlaku itu dan ini merupakan ciri khas tersendiri pada puisi ini. Bait ke-1 sampai ke-3 menggunakan tanda titik koma dan pada akhir bait ke-4 diakhiri dengan tanda titik, walaupun di awal tidak menggunakan huruf kapital.

Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69). Dalam puisi ini Pak Sapardi memilih kata-kata yang agak mudah dipahami oleh pembaca sehingga pembaca tidak akan merasa kesulitan dalam mengetahui maksud pada puisi ini.

Gaya bahasa, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Pada puisi ini, penulis banyak menggunakan gaya bahasa personfikasi atau banyak menciptakan perumpamaan benda mati dengan sifat menyerupai manusia, yakni berada pada bait pertama "hatiku selembar daun melayang jauh di rumput".

Pada bait ke-3 yaitu "ada yang masih ingin ku pandang yang selama ini senantiasa luput". SDD menggunakan citraan atau imaji pengelihatan, yaitu mengakibatkan pembaca setelah membaca puisi ini merasakan hal yang sama pada kata yang ada bait tersebut.

Pada puisi ini juga tak lupa SDD memberikan amanat untuk pembaca yaitu mengingatkan kepada pembaca akan kecilnya manusia dimata Allah. Oleh karena itu Pak Sapardi berpesan kepada pembaca untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin di dunia ini karna kita pasti akan kembali kepada-Nya, bersyukur apabila mendapatkan rahmat dari Tuhan, selalu beribadah dan berbuat baik sebelum ajal menjemput.

Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Sedangkan irama adalah lagu kalimat yang digunakan penyair dalam mengapresiasikan puisinya. Pada puisi ini menggunakan rima ab-ab dan menggunakan irama yang menunjukkan sebuah penyesalan.

Nada (tone) pada puisi Hatiku Selembar Daun, yaitu SDD menuangkan sebuah gambaran penderitaan yang dialami kepada pembaca dengan nada penyesalan, pada puisi ini memberikan gambaran bahwa Ia merasa telah menyia-nyiakan waktunya dengan berbuat dosa dan lupa akan kewajibannya sebagai seorang manusia yaitu untuk beribadah kepada Tuhan, Ia membayangkan ketika lupa kepada kewajibannya akan merasakan sakaratul maut yang sangat sulit.

Tema pada puisi Hatiku Selembar Daun karya Pak Sapardi menyinggung tentang keagamaan yaitu orang yang telah lupa akan kewajiban sebagai seorang hamba yaitu untuk beribadah. Terbukti pada bait terakhir "sesaat adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi." Meskipun kata yang dipakai membuat pembaca sedikit kebingungan tetapi jika diartikan, yaitu berarti hidup di dunia ini hanya sementara, lalu segala hal yang telah dilakukan di dunia ini akan menjadi tanggung jawab ketika bertemu dengan Sang Pencipta. Bait ini mencakup makna keseluruhan pada puisi ini yaitu bermakna tentang keagamaan.

Pada puisi ini memiliki kata konkret yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Terdapat pada bait pertama yaitu "hatiku selembar daun dan melayang jatuh di rumput". 

Memberikan gambaran pada pembaca isi puisi Hatiku Selembar Daun yaitu membayangkan diri kita yang hanya selembar daun pada sebuah pohon, selanjutnya selembar daun yang ada pada pohon tersebut akan melayang jatuh di rumput. Artinya adalah kita diberi kesempatan oleh Tuhan untuk hidup di dunia ini, kesempatan yang diberikan itu harus kita gunakan untuk beribadah kepada Tuhan.

Lalu hidup di dunia ini tidak akan selamanya, yang berarti bahwa akhirnya kita akan lepas dari pohon atau dunia tersebut dan jatuh ke rumput atau akan menemui sebuah kematian. Setelah proses hidup di dunia manusia akan mati atau kembali kepada Sang Pencipta, sebagai manusia kita pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah kita lakukan selama di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun