Mohon tunggu...
Winny Gunarti
Winny Gunarti Mohon Tunggu... Dosen - Penulis, Peneliti, Pengajar di Universitas Indraprasta (UNINDRA) PGRI, Jakarta

E-mail: winny.gunartiww@unindra.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Barista, Ketika Hidup Dimaknai dalam Racikan Biji Kopi

21 Februari 2018   08:54 Diperbarui: 22 Februari 2018   06:38 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Frisil, Markom Unindra

Di sebuah lorong kecil di kampus Unindra Jakarta, ada seorang  pria muda yang melayani banyak pesanan racikan kopi. Di ruangan dekat lorong tersebut,  kebetulan tengah digelar momen akademik fenomenal untuk meraih akreditasi terbaik prodi DKV. Sejumlah peserta acara tampak mengerumuni sebuah meja. 

Ada yang minta kopi pahit, minta  kopi dengan sedikit gula, kopi  cappuccino, kopi latte, kopi panas, kopi dingin, dan lain sebagainya.  Yovie Insan Nugraha --  mahasiswa semester tujuh,  sang peracik kopi di lorong kampus itu -- asyik berdiri di belakang sebuah meja kecil dengan berbagai toples biji kopi asli Indonesia (seperti biji kopi Gayo, biji kopi  Flores Poco Mbohang, biji kopi Toraja Yale, dan biji kopi Lereng Gunung Ijen). 

Ditambah beberapa alat peracik kopi standar, meski tanpa mesin espresso, gayanya sudah pantas disebut sebagai Barista profesional. Dia melayani semua permintaan kliennya dengan senyum penuh kebahagiaan.

Seorang Barista (dari asal kata bartender) memang bukan sekadar tukang bikin kopi. Seorang Barista adalah sosok yang mampu meracik karakter biji kopi sesuai dengan kebutuhan pecintanya. Profesi ini lekat dengan seni mengekspresikan keterampilan  meramu biji kopi. Lebih dalam dari itu, seni meracik kopi adalah representasi  "hasrat  kepuasan" yang dibutuhkan penikmatnya. 

Bisa jadi untuk mewakili  ruang dan waktu  "kepahitan dan kemanisan" hidup yang mungkin sedang dirasakan. Para pecandu kopi bahkan mengatakan, di dalam tradisi minum kopi ada upaya untuk memuaskan kebutuhan syaraf-syaraf tubuh manusia. Dan ketika kepuasan itu berhasil didapat, maka yang muncul adalah kebahagiaan terhadap diri yang mampu mendorong manusia untuk berpikir lebih positif. Baik bagi sang pemimum, maupun sang peraciknya.

Tak heran kalau ada orang suka bilang, "Saya baru bisa mikir kalau sudah minum kopi". Ada orang yang merasa menjadi lebih tegar dan tangguh setelah minum kopi. Atau sebaliknya, ada yang lebih relaks dan bisa mengungkapkan perasaan setelah minum kopi, terutama ketika mereka sedang merasa tertekan. Dan bagi orang yang tidak begitu peduli pada makna kopi itu sendiri, dia hanya butuh kopi agar bisa begadang semalam suntuk atau karena kebiasaan.

Secara ilmiah, kopi dipercaya bermanfaat bagi kesehatan. Zat kafein yang dimilikinya terbukti mampu meningkatkan stamina dan memperbaiki mood. Konsumsi minuman kopi juga diteliti dapat mengurangi resiko terkena penyakit diabetes, alzheimer,  demensia, parkinson, bahkan kanker.  Mereka yang dalam kesehariannya  sudah kecanduan  minuman kopi akan mengatakan, "Hidup serasa tak lengkap tanpa minum kopi ". Howard Mark Schultz, CEO Starbucks Corporation bahkan berujar, "I can't imagine a day without coffee".  

Menurut Yovie, dulu dia malah sering sakit setiap kali habis minum kopi merek-merek tertentu. Lalu dia berpikir, mungkin ada yang salah dengan racikan kopi tersebut, dan tidak cocok dengan tubuhnya. Sama seperti manusia, kopi juga memiliki karakter rasa dan unsur yang berbeda. Setiap orang memiliki selera demi mendapatkan kepuasan psikis dan fisik melalui rasa kopi. 

Pada dasarnya, setiap orang membutuhkan takaran kopi yang pas agar tubuh dan kopi bisa melebur menjadi bagian dari kenikmatan hidup. Maka selama empat tahun, Yovie mulai belajar tentang ilmu kopi dan kini dia berhasil membuka kedai kopi dengan merek kopi "Khang Opi".

Begitu dahsyatnya pengaruh kopi, dan tentu saja kemampuan seorang Barista. Itu sebabnya seorang peracik kopi butuh belajar bertahun-tahun untuk memiliki  keahlian tersendiri. Mereka yang mendalami ilmu tentang kopi tentu merasakan kedalaman makna dari sekadar membuatkan kopi bagi pelanggannya.  Barista-barista kelas dunia banyak yang dibayar mahal demi memuaskan nafsu para pecinta kopi yang membutuhan "pelepasan" dari kepenatan hidup sehari-hari melalui rasa kopi.  

Di rumah, di kantor, selalu ada ruang di lemari dapur yang menyediakan bubuk kopi.  Di seluruh dunia, di jamuan makan atau acara apa pun, selalu ada waktu untuk coffee break. Itulah sebabnya setiap tahun, sejumlah negara di dunia  berlomba untuk menjadi tuan rumah World Barista Championship (WBC).

Dan sore itu, di lorong kampus itu, setelah bubarnya acara akademik yang fenomenal, saya melihat sejumlah orang menangis berpelukan penuh bahagia. Saya pikir, pelepasan rasa kebahagiaan itu tak terlepas dari efek racikan kopi yang diminum sepanjang hari itu. Mari minum kopi...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun