Mohon tunggu...
Widya Intawani
Widya Intawani Mohon Tunggu... Teknisi - Keep learning, running and reading.

a girl who always write every moment in her books.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bianglala

23 Juli 2019   08:35 Diperbarui: 27 Maret 2023   21:36 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bianglala

"Tak hanya anda yang dapat membaca novel tersebut, bukan?" bahkan dia pun mengatakannya sambil menutup matanya, seakan dia mengerti segalanya.

"Ya. Saya tahu hal tersebut. Tapi, tahukan anda? Jarang sekali seorang pria penyuka fiksi".

"Tapi, saya termasuk diantara pria yang yang anda pikirkan itu" serunya tak mau kalah.

Dialog seperti apa ini? Bahkan ini rendezvous pertamaku padanya. Seharusnya sebagai seorang lelaki dia tahu cara berbicara yang baik dan benar pada wanita yang pertama kali dia temui. Diawal saja ia suah mengajakku berdialog seakan semuanya memiliki klimaks.

Namun, dia menegakkan tubuhya dan mengambil sebuah benda yang berada pada saku didepannya. Kacamata. Ternyata dia mengambil kacamata dan mengenakannya. Bahkan mataku tak berkedip sedetik pun demi memperhatikan dia mengenakan kacamata frame hitam yang membingkai wajahnya. Dan kusadari, tak hanya tubuhnya saja yang lebih dari sekedar biasa-biasa saja. "Disamping itu, diceritakan pula Larasita Nariswari dimana ia bertemu denga Raka, yang ternyata cicit dari Ario" ucapannya pun seakan membangunkan ku dari angan yang tak tahu awal dan akhirnya.

"Namun, kehadiran Raka dalam hidup Laras diyakini atas satu tujuan, yaitu menyelesaikan hal yang sebelumnya belum tuntas antara Helenina dan Ario di masa lalu yang ternyata Ario pun mengalaminya" ku sambung perkataannya seakan apa yang kusuka cocok dengan apa yang dipikirkannya.

Selama diatas ini, aku dan makhluk yang berada disampingku ini pun tak henti-hentinya membicarakan tentang Helenina. Tapi, walaupun begitu, aku merasa nyaman berbicara dengannya, tak ada yang absurd. Seakan apa yang ku pikirkan sama dengan apa  yang dibayangkannya.

"Hey. Apa kau tak bosan bila berdialog hanya mengenai Helenina saja? Mungkin topik lain kelihatan lebih menyenangkan" saranku, ketika aku mulai bosan bila tentang Helenina saja yang diperbincangkan.

"Bosan?" mungkin dia tak percaya dengan perkataanku sehingga dia pun mengangkat alis nya yang tebal itu. "Tapi, suatu yang ku perbincangkan tentang Helenina apalagi bersamamu, seakan tak ada habis-habisnya. Seakan menyenangkan. Bahkan dari wajahmu saja sudah menunjukkan hal itu"

"Hah? Mungkin dia tahu apa yang tengah kupikirkan" ucapku dalam hati. "Seperti itu ya?" balasku sederhana diikuti anggukkan kepalanya.

Terdiam. Ketika tak ada sesuatu yang layak untuk dikatakan. Namun, atmosphere ini pun ikut berubah. Sebenarnya, aku senang bila mengobrol ringan dengannya dari pada diam-diaman di atas ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun