Dengan muka pasrah, dia ambil botol itu pakai dua jari, kayak lagi ngangkat benda terkutuk terus jalan ke kamar mandi sambil ngomel, "Udah cukup. Ini bukan botol lagi, ini bencana biologis."
Dia nyuci botol itu dengan penuh perjuangan. Sikat gigi bekas, sabun cuci piring, dan doa. Tiga lapisan lumut, dua lapisan kerak, dan satu bau yang nggak bisa dijelasin secara ilmiah, semuanya dia lawan. Katanya, "aku  udah nyuci piring , baju , bahkan jemurin baju. Tapi ini... ini yang paling berat."
Selesai dicuci, dia taruh botol itu di meja dengan dramatis. "aku nggak minta terima kasih. Gue cuma pengen bisa hirup udara bersih lagi."Â
Akhir kata, mari kita akui dengan jujur: bukan kita nggak bisa nyuci botol. Kita cuma terlalu nyaman hidup berdampingan dengan lumut dan harapan bahwa "nanti juga dicuci.
" Tapi hari ini, mari kita sudahi. Sudahi hubunganmu dengan botol kotor itu. Sudahi penantian lumut yang terlalu setia.
Karena yang kamu butuhkan bukan teman yang nyuci botolmu, tapi kesadaran... bahwa menjaga kebersihan itu juga bentuk cinta---pada diri sendiri, dan pada temen sekamar yang udah hampir trauma.
Dan ingat, kalau botol minummu udah harus dibuka pakai hati-hati dan nafas ditahan, itu bukan gaya hidup minimalis. Itu tanda... kamu butuh pertolongan. Segera.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI