Hidup di asrama adalah kombinasi antara hemat, bertahan hidup, dan... mager kronis. Dari semua cerita lucu anak asrama, salah satu yang paling sering jadi legenda adalah: botol minum berlumut.
 Ya, itu botol minum yang dulu niatnya buat hidup sehat, tapi sekarang malah jadi rumah bagi lumut-lumut setia. Awalnya sih rajin. Botol diisi tiap hari, dibawa ke kampus, dicuci setiap habis pakai.Â
Tapi semua berubah sejak rasa malas menyerang. Mulai dari "ah, nanti aja cucinya," terus jadi "yaudah, besok aja," sampai akhirnya "kayaknya udah jadi bagian dari dekorasi kamar."
Botolnya tetap ada, nggak pernah pindah tempat. Isinya juga nggak pernah diganti. Lama-lama, tumbuhlah makhluk hijau kecil di dasar botol---lumut, sang penghuni baru. Lucunya, botol itu nggak dibuang. Malah dipertahankan, seolah ada nilai historisnya.
Beberapa anak asrama bahkan punya ikatan emosional dengan botol lumutnya. Ada yang bilang, "Lumut ini nemenin gue dari semester dua loh. Temen gue pindah, pacar gue ninggalin, tapi lumut ini tetep setia." Duh, sedih tapi ngakak.
Fenomena ini bukan cuma soal mager nyuci, tapi juga soal kreativitas dalam mencari alasan. Ada yang bilang takut merusak ekosistem botol, ada juga yang bilang lagi eksperimen. Bahkan ada yang mengaku sedang "melestarikan lingkungan dalam skala mikro."
Yang jelas, lumut di botol bukan cuma masalah kebersihan. Ia adalah simbol perjuangan anak asrama menghadapi hidup dengan cara paling hemat energi: tidak ngapa-ngapain. Bahkan saat botol sudah berbau aneh dan warnanya hijau pekat, tetap saja belum dicuci. Karena apa? Karena niat itu mahal.Â
Jadi kalau kamu ke asrama dan lihat botol hijau meriah, jangan heran. Itu bukan minuman matcha, bukan infused water, apalagi ramuan herbal. Itu adalah bukti nyata bahwa dalam dunia anak asrama, lumut lebih setia daripada manusia.
Dan mungkin... satu-satunya yang lebih tangguh dari anak asrama adalah lumut di dasar botolnya. Nggak minta perhatian, nggak pernah ngambek, dan selalu ada di situ, meski cuma jadi korban dari sebuah kemageran yang konsisten.Â
Puncaknya adalah ketika salah satu temen sekamar kita, sebut aja namanya yanti (bukan nama sebenarnya, tapi biar aman juga dia pasti nggak baca ini), akhirnya nyerah.
Suatu pagi, dia bangun tidur, ngeliat botol berlumut itu lagi nganggur di meja. Mungkin udah terlalu sering dia lewatin, terlalu banyak trauma aroma yang dia endus tiap lewat, dan terlalu besar rasa jijiknya buat diem aja.