Dewasa ini, kartu prakerja sudah sangat jarang didengar oleh masyarakat Indonesia, seolah hilang ditelan bumi. Sejak awal tahun 2025 hingga per tanggal 21 Agustus 2025 ini keberadaan program ini tak kian muncul ke permukaan. Usut punya usut, kartu prakerja saat ini sedang mengalami masa transisi pemindahan pengelola yang awalnya dikelola oleh Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi menjadi dikelola oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Harapannya masa transisi ini dapat berjalan dengan baik dan segera rampung agar masyarakat dapat segera menerima manfaat yang telah dianggarkan di awal tahun melalui APBN.
Pemindahan pengelola yang terjadi saat ini diharapkan tidak hanya sebagai formalitas untuk diberikan kepada kementerian yang lebih relevan, namun harapanya terjadi banyak perbenahan dan perbaikan agar program ini dapat berjalan dengan lebih baik, efektif, dan efisien.
Apa yang perlu diperbaiki?
Setiap program yang ada tentu tidak lepas dari yang namanya masalah. Banyak hal-hal yang perlu dievaluasi dari program yang telah berjalan sebelumnya. Penyebab utama masalah ketidakefektifan program ini ialah adanya moral hazard dari sisi peserta dan penyedia pelatihan.
Peserta
- Banyak peserta yang mengikuti program ini bukan untuk upskilling, namun hanya mengejar uang insentif yang diberikan, sementara pelatihannya tidak dimanfaatkan
- Peserta banyak memanipulasi data, ada peserta yang sebenarnya sudah memiliki pekerjaan yang layak, namun tetap mengikuti program ini untuk mendapat uang insentif yang diberikan.
Penyedia Pelatihan
- Para bendor menyedia latihan terkadang menawarkan pelatihan yang kurang berkualitas, karena pembayaran dilakukan berbasis jumlah pengguna yang mengikuti pelatihan tersebut.
- Banyak kursus yang terlalu umum, hanya berisi materi-materi formalitas, namun tidak memberi manfaat nyata bagi peserta
Dari moral hazard yang ada ini, dapat memberikan dampak fatal bagi keberlangsungan program ini, dampak yang diberikan berupa:
- Program berjalan dengan tidak efektif. Tujuan meningkatkan skill tenga kerja menjadi tidak tercapai akibat moral hazard yang dilakukan
- Ketidakadilan sosial. Masyarakat yang memang butuh bisa tidak mendapatkan pelatihan karena keterbatasan kuota yang telah diambil oleh orang-orang yang tidak layak
- APBN terbuang sia-sia. Anggaran yang seharusnya untuk meningkatkan skill menjadi habis untuk hal yang tidak produktif.
Apa yang perlu dilakukan Pemerintah
Pemerintah perlu melakukan beberapa langkah untuk membenahi program ini.
- Memperkuat Seleksi Peserta
- Verifikasi data peserta dengan data sistem kependudukan, mulai dari data BPJS, perpajakan, data bansos lain, dan data lainnya agar penerima program ini memang yang benar-benar layak
- Pengawasan Pelaksanaan
Melakukan monitoring digital secara berkala, mulai dari catatan kehadiran, progres, dan penilaian di tiap kursus. - Fokus kepada Kualitas Pelatihan
- Pemerintah perlu menyeleksi penyedia pelatihan. Filter ketat lembaga pelatihan dengan beberapa standard dan mengutamakan kurikulum yang relevan di masa ini, dan fokus kepada kualitas materi dan pengajar yang disediakan. Pelatihan yang diberikan juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan industri masa kini
- Insentif yang Tetap
- Pemerintah perlu mengkaji ulang tahapan pemberian insentif. Sebagai contoh, insentif dapat diberikan setelah para peserta telah menyelesaikan kursus dan berhasil lulus dari uji kompetensi di akhir pelatihan. Reward tambahan dapat diberikan ketika peserta sudah berhasil menemukan pekerjaan atau meningkatkan usaha yang mereka jalani.
- Transparansi
- Libatkan pengawas independen masyarakat sipili untuk menekan adanya potensi penyalahgunaan anggaran dan keefektifan program
Kesimpulan
Program Kartu Prakerja merupakan salah satu solusi strategis bagi pemerintah sebagai bekal dalam menghadapi tantangan pengangguran di tengah bonus demografi saat ini. Meski telah terbukti memberi manfaat, program ini masih menghadapi kendala moral hazard dan ketidakefektifan baik dari segi peserta dan penyedia pelatihan itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah selaku pengelola perlu melakukan perbaikan  melalui seleksi peserta yang lebih ketat, peningkatan kualitas pelatihan, pengawasan ketat, mekanisme insentif berbasis hasil, serta transparansi pengelolaan agar program ini benar-benar menjadi investasi strategis bagi masa depan tenaga kerja Indonesia.