Lusuh sajadah robek tiada tersentuh sujud.
Tasbih lupa ingatan tiada mengagungkan nama-Mu.
Lantunan ayat suci azan merambat pelan nyaris tak terdengar.
Si Pengembara terhuyung di gurun gersang laknat dunia.
Lorong gelap kota temaram jadi persinggahan hidup.
Nafas malam berhembus dingin, bau dosa merasuki.
Maksiat mengikat erat dalam denyut nadi.
Si Pengembara terperangkap lingkaran, tiada jalan keluar.
Segelap inikah jalanku?
Aku masih terjebak dalam kebuntuan jiwa.
Aku tahu Engkau ada untukku.
Namun aku belum menemukan jalan-Mu
Tuhanku...
Aku takkan banyak berdoa meminta pada-Mu.
Aku tahu diri tak pantas untuk itu.
Aku tahu bukan terbaik di mata-Mu
Aku tetap mencari jalan kelayakan diri.
Meskipun tak tahu kapan saat itu tiba.
Namun kuyakin akan menemukannya.
Aku tidak seperti mereka yang sempurna, bukan pula tak tahu dosa
Surga luas terbentang tak berbatas, pasti ada jalan menggapainya.
Aku akan menemui ibuku, meminjam sajadah sarung bapak.
Si Pengembara pulang gontai dalam bias rasa penat jiwa.
Ringkikan lemah anjing kecil jalanan terluka mamanggil nuraninya.
Dengan tangan biasa menggenggam kotor,
segera menyelamatkannya dengan kasih tulus.
Si pengembara tersenyum bahagia.
Dari sudut gelap tak terduga,
bayangan masa lalu kelam menghantamnya.
Tersungkur pilu dalam nafas terakhir,
pergi menemui Tuhannya.Â
Sajadah itu belum diraih.
Setitik kebaikan ia tinggalkan di nafas terakhir.
Hanya rahmat Tuhan yang mampu menolongnya.Â
Jalan lain bukan pilihan,
bukan pula jaminan surga mereka dijalan suci.
Meski dalam lumpur kelam sekalipun,
Kuasa-Nya menjangkau, melampaui batas nalar manusia.
Menyambut setiap jiwa memancarkan nurani,
untuk kembali pada Jalan-Nya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI