Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta di Hutan Terlarang

5 September 2019   13:00 Diperbarui: 5 September 2019   21:37 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

****

"Masih terasa sakit?" Tanyaku setelah selesai mengurut pergelangan kakinya. Wanita cantik yang meluruskan kedua kaki nya di atas kedua pahaku itu tersenyum menatapku yang duduk di sebelahnya, di atas bale-bale yang terbuat dari potongan kayu-kayu kecil sebesar lengan lelaki dewasa serta di alasi dengan kulit kayu.

Walaupun bale-bale kayu ini terlihat sederhana, tapi menurutku cukup nyaman jika di pakai untuk tidur, apalagi jika dalam keadaan tubuh yang sudah begitu letih karena seharian mencari kayu gaharu di tengah-tengah Hutan larangan yang masih terawat ini.

"Udah sedikit berkurang, terima kasih Mas." Katanya pelan sambil tersenyum menatapku.

Setelah kedua kaki wanita cantik ini turun dari atas pahaku, aku segera turun dari atas bale-bale kayu, bergerak menuju ke arah tungku. Setelah sekian lama menggeledah barang-barang di atas tungku yang biasa di pakai buat memasak nasi oleh para pencari kayu gaharu.

Setelah meneguk air di dalam kendi, dan setelah sekian lama tidak ada reaksi di tubuhku, segera kusodorkan kendi berisi air putih itu ke arah wanita cantik yang sedari tadi terus mengawasi semua gerak-gerikku di dalam pondok kayu ini.

"Minumlah," kataku sambil menyodorkan kendi berisi air di dalam genggamanku itu ke arahnya.

Wanita cantik berwajah sedikit pucat itu sedikit ragu menerima kendi dari tanganku, sepertinya dia masih takut memakan atau meminum air yang ada di dalam pondok kayu yang baru di masukinya ini.

"Minumlah, kalau memang air ini beracun tentu aku sudah mati kelojotan dengan mulut berbusa setelah meminum air ini tadi." Kataku pelan sambil tertawa ke arah wanita cantik yang masih terlihat ragu-ragu menerima kendi dari tangan kananku.

Setelah melihatku begitu yakin bahwa air yang ada di dalam genggamannya itu aman, dengan perlahan, setelah mengintip air di dalam kendi terlebih dulu, akhirnya sambil melihat ke arahku dia meminum air itu. 

Setelah melihat wanita cantik ini meminum air di dalam kendi itu, aku segera kembali ke arah tungku yang biasa di pakai untuk memasak oleh penghuni pondok kayu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun