Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bulan Sembilan Tanggal Sembilan

10 Maret 2019   20:50 Diperbarui: 12 Maret 2019   19:34 1436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika itu engkau kembali berkata, "Ayah, aku menyayangimu dan mencintaimu melebihi apa pun yang ada di dunia ini."

Begitu ingin kukatakan padamu saat itu, bahwa bukan kata-kata itu yang kuharapkan meluncur dari bibirmu. Namun, entah kenapa, mulutku seperti terkunci.

Engkau kembali berkata, "Ayah, ajari aku tentang arti cinta yang sesungguhnya. Dan, bolehkah aku mencintaimu?" Lagi-lagi aku hanya mampu diam tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata pun.

****

Di antara bintang kulihat cahaya bulan bersinar terang. Indah sekali, mengingatkanku pada seorang wanita yang tiga tahun lalu pernah berbisik di telingaku, "Jika suatu saat engkau merindukanku, lihatlah! Di balik cahaya bulan itu ada wajahku. Wajah yang akan selalu tersenyum mengiringi setiap langkahmu."

"Kenapa berkata begitu? Memang engkau mau pergi kemana?" tanyaku masih bingung sambil menatapnya.

"Bunda tidak bisa memberitahukannya, tapi demi kebaikan Ayah dan juga demi kebaikan Bunda, ada baiknya kita tidak usah bertemu dulu di tempat ini seperti biasa," katanya lagi sambil menatap mataku berharap pengertianku saat itu.

"Izinkan aku mengantarmu kali ini. Pertemukan aku dengan lelaki itu. Aku akan meminta baik-baik padanya untuk melepaskanmu menikah denganku," kataku serius sambil menatap kedua  bola matanya.

"Tidak! Bunda kuatir dia akan menyakiti Ayah. Biarlah Bunda yang akan meminta dia untuk melepaskan Bunda. Bunda akan lakukan apa pun yang dia minta agar dia mengizinkan Bunda bisa hidup bersama Ayah. Akan tetapi, Ayah harus janji pada Bunda, jangan pernah mengikuti apalagi mencari tahu di mana Bunda berada. Nanti bunda yang akan menghubungi Ayah dan kita bertemu lagi di tempat ini seperti biasa," katanya serius sambil menatap kedua mataku dalam-dalam.

Aku berdiri tegak di antara benar dan salah. Kutatap temaram lampu trotoar jalanan ibu kota. "Berjanjilah," pintanya sekali lagi sambil mengecup pelan bibirku.

Hatiku beriak, naluriku berontak. Akal sehatku tidak terima melihat penderitaan wanita yang kukasihi ini berlangsung  lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun