Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wanita di Penghujung Malam

4 Juli 2018   20:32 Diperbarui: 11 Desember 2018   19:40 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir saja dia menjadi lelaki hidung belang yang suka jajan perempuan di pinggir jalan, setiap kali dia tidak bisa menyentuh  istrinya itu dia selalu pergi melampiaskannya pada perempun nakal di pinggir jalan. Dan semua itu dilakukan tanpa sepengatahuan istrinya di rumah. Dan baru berhenti melakukan ‘kenakalan-nya’ itu ketika mendapatkan ilmu baru dari nenek tua yang sudah memberinya minyak pelet untuk mengguna-gunai istrinya dulu.

Semua cara sudah mereka lakukan, hingga dia gelap mata menuruti semua keinginan dukun yang meminta syarat untuk menyetubuhi tubuh molek istrinya sebagai syarat pengobatan-nya. Hingga pada malam itu dia sengaja membiarkan istrinya pergi seorang diri ke rumah dukun yang ingin mengobatinya itu. Sementara dia menunggu di rumah dengan sumpah serapah, dan berharap semoga setelahnya, dia tidak lagi hanya bisa melihat tanpa bisa menyentuh tubuh molek istrinya itu.

Istri nya pulang kerumah dan menceritakan semuanya, dia menceritakan kalau dukun yang mereka datangi itupun ternyata tidak berhasil mengobatinya juga. Dan sudah empat tahun lama nya mereka menunggu, sampai hari ini pun mereka masih terus berharap semoga dia dan istrinya bisa hidup normal seperti pasangan lainnya.

Dan malam ini, dihadapan lelaki muda yang mengenakan setelan kemeja lengan panjang berwarna coklat muda yang sudah terlihat kusam ini dia harus menerima kenyataan bahwa dia harus menerima dengan lapang dada, menyaksikan wanita yang dikasihinya itu menikah dengan lelaki muda di hadapannya ini.

Hatinya begitu kecewa dan terasa getir saat ini. Dengan sisa-sisa rasa sayang kepada wanita yang sudah empat tahun menemani hari-harinya itu, tadi pagi dia menguatkan hatinya untuk meminta lelaki muda yang sedang duduk di depan-nya ini untuk menunda keberangkatannya. Dia dan istrinya telah sepakat akan memutuskan apa yang akan mereka lakukan kedepannya setelah malam ini.

Begitu berat keputusan yang harus dia ambil malam ini, menyangkut masa depan rumah tangga-nya. Seharian tadi istrinya telah mengutarak niat hatinya ingin mengakhiri semua ini. Sambil menangis dia menumpahkan semua isi hatinya. Ketakutan dan kesakitannya, setiap malam jumat kliwon di datangi dan di setubuhi oleh almarhum mantan suaminya dulu tanpa sekalipun mereka berdua mampu untuk menolak kehadirannya. Saat ini istrinya begitu putus asa, dan sempat berfikir mungkin hanya kematian lah jalan satu-satunya untuk mengakhiri semua penderitaannya ini.

Dia begitu mencintai wanita yang sudah menjadi bagian hidupnya selama empat tahun belakangan ini. Dan saat ini dirinya di hadapakan pada tiga pilihan, pilihan pertama dia kehilangan istrinya karena di tinggal mati, pilihan kedua kehilang istrinya karena gila, dan pilihan yang ketiga adalah kehilangan istrinya karena di tinggal pergi menikah dengan pria lain. Seperti makan buah simalakama, tidak ada satu pilihan pun yang ingin di ambilnya saat ini, tapi memang terkadang takdir itu begitu kejam. Tanpa terasa air matanya keluar begitu saja, tanpa disadari air matanya mengalir deras, menetes di kedua pipinya, teringat akan semua kemalangan hidupnya ini.  “Tuhan !!!  Kenapa engkau begitu kejam padaku!” Hatinya menjerit sambil berusaha menguasai emosi yang bergejolak di dalam dirinya saat ini.

Di sepertiga malam ini angin berhembus kencang, suasana dingin terasa mencekam. Hanya suara jangkrik yang terdengar saling bersahutan di luar bangunan rumah makan di pinggir jalan ini. Anak wanita berkulit hitam manis dari hasil pernikahan dengan suami pertamanya dulu sudah tertidur pulas di dalam kamarnya, warung makan tutup seharian, hari ini mereka sengaja tidak jualan.

Di ruang tengah, kami duduk bertiga, diatas kasur tipis Palembang di depan dua gelas kopi dan satu gelas teh manis suasana saat ini begitu kaku, mata wanita berkulit hitam manis ini tampak sembab, sepertinya dia habis menangis seharian, begitupun dengan mata Lelaki berbadan gelap ini, matanya masih terlihat memerah dan berkaca-kaca. Ada rasa duka mendalam disitu, begitu pasrah akan kehilangan orang yang begitu di cintai nya itu.

****

Sekian tahun mereka membina rumah tangga, melakukan segala cara, berharap untuk mendapatkan kebahagiaan dalam rumah tangga-nya. Dan malam ini adalah malam keputusan yang berat bagi mereka berdua. Perceraian adalah hal yang paling di benci oleh agama, tapi mereka sadar, di teruskan pun hanya akan membuat mereka semakin terjerumus ke dalam kubangan dosa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun