Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendulang "Emas" dari Bonus Demografi, Apakah Indonesia Sudah Terlambat?

21 September 2016   21:13 Diperbarui: 21 September 2016   21:27 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengikuti upacara perdana sebagai mahasiswa. Mereka adalah bagian dari peluang bonus demografi Indonesia (dok. pri).

Narkoba juga semakin merusak generasi muda hingga ke pelosok negeri. Data menunjukkan jumlah pengguna narkoba dari kalangan remaja cukup tinggi. Sementara itu jumlah pengidap HIV dan AIDS pada kelompok usia 20-29 tahun dan 15-19 tahun masing-masing sebesar 49,6% dan 3%.

Jika dibiarkan kondisi-kondisi di atas akan semakin menggerogoti kualitas sumber daya manusia Indonesia. Peluang bonus demografi pun bisa berubah menjadi ironi dan beban berat bagi bangsa.

Kerja Keras Mencetak Generasi Emas

Meskipun demikian, kesempatan dan harapan Indonesia untuk menikmati berkah dari bonus demografi masih terbuka. Dengan upaya yang cepat dan tepat, Indonesia bahkan bisa mencetak generasi emas. Apalagi ada sinyal positif dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan daya saing global selama beberapa tahun terakhir.

Indeks daya saing global (Global Competitiveness Index) Indonesia mengalami peningkatan di urutan 34 dunia. Sementara menurut Badan PBB Urusan Pembangunan (UNDP), pada 2014 IPM Indonesia berada di urutan 110 dari 187 negara dengan nilai indeks 0,684 atau mengalami kenaikan sebesar 44,3% dibandingkan sejak tahun 1980. Nilai IPM yang memuat tiga dimensi yaitu angka harapan hidup, standar hidup layak, serta pengetahuan dan pendidikan tersebut setidaknya menjadi indikator adanya perbaikan  kualitas hidup masyarakat. 

Akan tetapi, kemajuan tersebut masih kalah dibanding peningkatan SDM negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Kualitas beberapa parameter pembangunan di Indonesia juga belum berimbang. Contohnya adalah di bidang teknologi. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi belum optimal mendongkrak produktivitas masyarakat. Keterbukaan masyarakat menyerap produk dari luar negeri belum diimbangi dengan kemampuan inovasi yang tinggi.


Seorang mahasiswa UGM asal Indonesia timur sedang mengerjakan soal ujian (dok. pri).
Seorang mahasiswa UGM asal Indonesia timur sedang mengerjakan soal ujian (dok. pri).
Kesenjangan pembangunan manusia antar daerah juga masih cukup lebar. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi didominasi oleh daerah di Indonesia bagian barat seperti DKI Jakarta, DIYogyakarta, Riau, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Utara. Sementara daerah di Indonesia bagian timur seperti Papua, Maluku, Maluku Utara, NTB, dan NTT memiliki IPM terendah.

Oleh karena itu, Indonesia wajib bekerja keras jika ingin mendulang generasi emas dari bonus demografi. Dibutuhkan gebrakan yang revolusioner untuk mengatasi permasalahan sekaligus mengoptimalkan potensi penduduk yang ada. Tekad Presiden Jokowi yang disampaikan dalam pidato kenegaraan di sidang MPR pada 16 Agustus 2016 untuk melakukan peningkatan kapasitas SDM yang produktif harus segera dibuktikan dengan menghadirkan kebijakan konkret.

Kinerja Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) sudah semestinya ditingkatkan. Fungsi dan peran Kemenko PMK harus mampu mendorong percepatan pembangunan manusia Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan kementerian lain yang terkait dengan pembangunan kualitas SDM perlu bekerja secara kolektif untuk melahirkan terobosan-terobosan yang terukur. Kegagalan kebijakan di masa lalu harus direspon dengan melaksanakan prioritas kebijakan dan menghindari kepentingan politik jangka pendek.

Prioritas pertama adalah membenahi sektor pendidikan. Kegagalan di sektor pendidikan akan menimbulkan masalah pada sektor lainnya. Oleh karena itu, pemerintah sudah sepantasnya lebih serius dan peduli dalam memajukan dunia pendidikan di tanah air. Tidak cukup dengan bongkar pasang kurikulum, namunyang lebih utama adalah mendorong pemerataan akses pendidikan yang bermutu ditanah air. Kualitas pendidik perlu terus ditingkatkan karena mereka adalah jantung dalam proses pendidikan. Biaya pendidikan yang terjangkau juga perlu diwujudkan tanpa mengabaikan standar pendidikan yang baik.

Berikutnya, pemerintah harus memastikan bahwa setiap keluarga memiliki akses pada pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pengentasan gizi buruk harus diprioritaskan karena menjadi masalah utama kesehatanmasyarakat Indonesia saat ini. Pada saat yang sama laju pertambahan penduduk perlu terus dikendalikan. Menggalakkan kembali program KB dengan berbagai kegiatan pendukungnya bisa menjadi cara yang efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun