Penting untuk mengajarkan kata-kata ajaib---maaf, tolong, terima kasih, bahkan permisi---kepada anak sejak dini. Sebab, makin besar usia seseorang, bakal makin sulit meminta maaf.
***
Sejak akhir tahun lalu, aku didekati oleh salah satu pengurus Sekolah Minggu. Aku diminta memberikan pengantar untuk guru-guru Sekolah Minggu, persiapannya H-1 minggu sebelum mengajar. Yakin...?
Meski berprofesi sebagai guru, aku sudah vakum beberapa tahun dalam pelayanan anak. Masih fokus menata keluarga sendiri, dan anak yang sedang aktif-aktifnya. Aku pernah mengikuti persiapan bersama guru-guru lain, yang memberikan pengantar adalah guru senior, atau pendeta.
Tapi jika harus memberikan pengantar, aku merasa tidak nyaman. Mungkinkah aku grogi berbicara di depan mahasiswa? Entahlah.
Aku diberi kesempatan untuk memilih sendiri tanggal berapa, materi yang akan disampaikan apa. Enak toh? Tapi tidak lantas membuat beres semua persoalan.
Setelah mendoakan dan mempertimbangkan banyak hal, aku memilih tema "Berani Mengakui Kesalahan". Berat ini. Kenapa? Sebab, banyak dari kita enggan mengaku salah lalu meminta maaf, bukan? Meski berat, aku ambil juga tema ini. Sebelum mengajar, aku harus belajar dengan membuat persiapan.
Tanggal yang aku pilih yang jauh, jadi ada cukup waktu untuk persiapan, pikirku. Faktanya, persiapannya mepet juga.
Hari pelaksanaan memberi pengantar guru Sekolah Minggu. Aku mengawali dengan menunjukkan sebuah gambar. Seorang anak menjatuhkan vas kesayangan mamanya. "Jika teman-teman menjadi anak tersebut, apa yang kalian lakukan? Beranikah langsung mengakui kesalahan, atau menyembunyikannya?" tanyaku pada hadirin.
Aku lanjutkan dengan pengakuan bahwa, saat aku masih di bangku SD aku pernah memecahkan bejana tanah liat milik Bapak. Seperti kebanyakan kita, aku tidak mengaku. Aku takut dimarahi Bapak. Bapak adalah orang yang galak. Bertahun-tahun berlalu, aku tidak lupa kesalahan itu, meski Bapak mungkin sudah melupakannya.