Terdengar bunyi buuuukkk.
Lelaki itu terjungkal, namun dengan gesit ia mengelindingkan tubuhnya. Â Setelah berdiri ia nampak marah sekali. Â Dari mulutnya keluar umpatan dan makian.
"Anak setan, cucu demit brekasakan. Â Mau mati saja masih bertingkah."
Sembada tertawa melecehkan. Â Namun ia segera harus menghindar ketika salah seorang teman yang digebug punggungnya itu menyerang dengan dahsyatnya. Â
Lelaki brewok kekar menyabetkan pedang kearah kepala. Sembada merundukkan badannuya, tongkatnya ia sodokkan tepat ke leher lawannya. Â Terdengar bunyi heeek. Â Seperti nafas yang tersendat mendadak.
Lelaki brewok itu terhuyung-huyung ke belakang. Â Ketika Sembada mengejarnya dengan ayunan tongkat bambu mengarah kepalanya, tiba-tiba dari samping salah seorang lawannya menusukkan parangnya. Â Terpaksa Sembada menghentikan serangannya, ia menangkis parang yang mengancam kepalanya.
Demikianlah pertempuran di depan pasar Kotaraja itu semakin lama semakin seru. Â Sembada terpaksa meningkatkan tenaga cadangannya. Â Ia bergerak-gerak dengan cepat dan gesitnya di antara tiga pedang lawan yang siap membinasakannya.
Banyak orang yang menonton perkelahian itu.  Orang-orang yang sedang lewat  depan pasar menyempatkan berhenti, hanya untuk menonton perkelahian sebagaimana biasa terjadi.
Yang istimewa perkelahian sekarang adalah seorang pemuda melawan tiga orang penjahat pasar yang dikenal Gembong Pasar Kotaraja itu.
Di antara penonton nampak orang tua yang sedang memikul kayu. Â Iapun berhenti dan menyaksikan perkelahian itu dengan asyiknya. Â Ia mengangguk-anggukan kepala melihat betapa tangkas dan lincahnya pemuda itu. Â Beberapa kali lidahnya berdecak sambil mengeluarkan kata pengungkap perasaannya.
"Bagus, bagus. Â Hamtam, hantam lagi, yaaa gitu. Â Bagus, bagus."