Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Luna dan Kisah yang Salah

7 Mei 2021   14:37 Diperbarui: 7 Mei 2021   15:25 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baca sebelumnya: di sini.

Tampak hening di sini. Tak ada suatu pergerakan tertentu. Hanya sebuah helaan nafas panjang. Setelahnya, hening kembali. Bahkan suara gesekan benda bergerak, pun tak ada. Senyap.

Di kamar ukuran 4x4 yang tertata rapi, Bagas larut dalam keheningan itu. Benaknya tak berhenti berpikir, menanyakan peristiwa yang baru lalu. Ia tidak bisa menerima kenyataan. Nyaris membuatnya hilang kendali.

Di hadapannya, peristiwa itu terjadi tanpa saring. Jelas. Mampu memukulnya. Ia terhempas dahsyat dan merasakan sakit perih di ulu hati. Lalu berkali-kali mengatakan, "Aku tak mengerti, aku tak mengerti!"

***

Hari itu, seharusnya ia mengantar Luna yang akan berangkat kerja. Rasanya tidak tega jika membiarkan Luna berangkat sendiri, sementara di luar cuaca tak mendukung. Hujan yang tidak diketahui kapan berhenti dan terus saja gemericik, membuatnya sedikit cemas.

Hujan pagi itu memang tidak bersahabat. Kadang gemericik, berhenti, lalu gemericik kembali. Badan Bagas terasa pegal dan kantuk menerpa. Semalaman ia menjaga rumah besar tempatnya bekerja sebagai penjaga keamanan.

Kantuk yang datang, tak bisa dibendungnya. Apalagi ia harus menjaga Putri anak semata wayangnya, bergantian dengan Luna yang akan menuju tempat kerja di pabrik kurang lebih satu kilometer dari rumah mereka. Bagas urung mengantar Luna.

"Dik, nggak papa kamu berangkat sendiri?"

"Nggak papa, mas. Udah, Mas Bagas istirahat dulu aja. Aku berani, kok,"

Dibawakannya jaket coklat agar Luna tidak kedinginan menahan hawa pagi itu. Juga menganjurkan agar Luna membawa mantel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun