Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Politik Si "Raja Judi" Donald Trump

13 Desember 2017   22:56 Diperbarui: 13 Desember 2017   23:12 2079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Donald J Trump (haaretz.com)

Donald Trump buat heboh dunia. Dia menyuruh Israel memindahkan ibu kotanya dari Tel Aviv ke Yerusalem, kota suci tiga agama. Suatu keputusan kontroversial yang mengejutkan dan akhirnya mengundang banyak protesdan kritik dari seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. 

Apa maunya Donald Trump itu, apakah mau membuka meja judidisana? Padahal, pada Presiden-Presiden AS sebelumnya tidak pernah ada keputusan politikseperti itu meskipun sudah ada keputusan Kongres AS tahun 1995 yang mendesak agar pemerintah AS memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Sudah terpaut 22 tahun lamanya, apakah bisa dianggap validkeputusan Donald Trump tersebut. Sementara, ada Resolusi PBB tentang Yerusalem yang mau tidak mau harus dihadapinya, yang menetapkan perubahan statusYerusalem haruslah dirundingkan bersama antara Israel dan Palestina karena Yerusalem itu berstatus kota internasional. 

Mengapa begitu penting sekali bagi Donald Trump meminta Israel memindahkan ibu kotanya ke Yerusalem. Manuvreatau trik politikyang sedang dimainkan oleh Si "Raja Judi" Donald Trump itu mengandung makna sesuai dengan arti dari namanya sendiri. TRUMP artinya "Trump Rencanakan Untuk Mengusir Palestina".

Bagi Israel sendiri tidak ada kepentingannya kota Yerusalem tersebut selain sebagai kota suci saja. Lagi pula meninggalkan Tel Aviv, sebagai ibu kota, rasanya  buat sekarang ini berat bagi Israel karena di kota itu sudah banyak industrinya.

Banyak negara-negara asing merasa keberatan memindahkan kantor kedutaannya ke Yerusalem karena sudah pasti akan mengeluarkan dana lagi yang tidak sedikit. Opsiterakhir mungkin akan menutup kedutaannya.  

Selain itu Israel sendiri tidak akan mau jauh-jauh dari pusat industri nuklirnya yang ada di dekat Tel Aviv. Tipe seperti itu dapat kita lihat pula pada negara Korea Utara dan Iran yang menempatkan industri nuklirnya dekat ibu kota. Dengan begitu Israel akan mudah melakukan kontrolterhadap industri nuklirnya.

Tel Aviv bagi Israel bukan hanya sebagai pusat pemerintahan saja tetapi juga ibu kota tersebut kini sudah menjadi tempat pertemuan-pertemuan internasional dalam berbagai event mulai dari olah raga sampai kepada event-event show maupun pariwisata. Di Yerusalem tak mungkin diselenggarakan yang seperti itu.  

Kalau ibu kota dipindahkan ke Yerusalem tentu semuanya harus dimulai lagi dari nol, dari awal. Israel harus pula membangun kembali lapangan terbang (bandara) yang baru disana yang dananya tidak sedikit.

Bukan itu saja, Israel pun harus pula membangun gedung-gedung perkantoran yang banyak dan juga kompleks perumahan bagi staf pemerintahannya. Apakah yang demikian itu bisa didanai oleh Israel dan bisa dibangun dalam waktu singkat, rasanya tak mungkin. Kecuali, kalau Israel mempunyai "tongkat Nabi Musa".

Kalau Israel mempunyai "tongkat Nabi Musa" tersebut ngapain lagi ibu kota harus dipindahkan ke Yerusalem, sudahi saja semua situsyang dipandang suci yang ada di Yerusalem dipindahkan saja ke Tel Aviv. Aman, kan !

Kalau tidak ada tongkat itu sudah saja Israel minta bantuan kepada jin-jinnya Nabi Sulaeman untuk memindahkan situssuci tersebut. Kan dahulu jin-jin itu pula yang memindahkan istana Putri Balqis ke pusat kerajaan Nabi Sulaeman. Beres, kan !

Situs yang dianggap suci itu hanya ada satu saja di Yerusalem yaitu tembok ratapan "anak-anak" Yahudi. Ma'af kalau saya menyebut "anak-anak" karena yang biasanya suka menangis itu, kan,  anak-anak.   

Kalau ibu kota pindah yang repot Israel juga, bukan Donald Trump. Paling banter Donald Trump hanya sibuk memindahkan kantor kedutaannya saja. Sementara, bagi Israel sendiri banyak yang harus dipersiapkan dan banyak pula yang harus dipertimbangkannya kalau negara Yahudi itu masih juga menghendaki Yerusalem sebagai ibu kotanya.

Kendatipun demikian semua pertimbangan diatas bisa saja dieliminasikarena ada keputusan politikPemerintah Israel yang menyetujui keputusan Donald Trump tadi. Wajarlah, karena AS adalah sahabat kentalnya Israel.

Apa kata AS, "yes", kata Israel. Pindah ibu kota, ya, O.K. saja ! Tak perlu banyak pertimbangan, ini kan, perintah induk semang. Ya, patuhi sajalah !  

Benjamin Netanyahu, PM Israel, menyambut baik adanya keputusan Presiden AS, Donal Trump, menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Netanyahu pun berujar bahwa keputusan Presiden Trump merupakan langkah penting menuju perdamaian, karena tidak ada perdamaian jika didalamnya tak ada Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Begitu kata Netanyahu yang dirilis baru-baru ini.

What Peace ? Perdamaian apa ? Dengan aneksasi wilayah timur Yerusalem akan tercapaikah perdamaian seperti yang dikatakan Netanyahu tadi. Mustahil sekali, karena selama ini pun tak pernah tercapai perdamaian tersebut.

Netanyahu mengatakan lagi bahwa Yerusalem telah menjadi ibu kota Israel selama 3.000 tahun dan baru 70 tahun belakangan ini kembali lagi menjadi ibu kota Israel. Suatu pernyataan yang dilemmatis sekali jika dilihat dari sejarah Yahudi selama ini.

Kalau memang sudah 3.000 tahun lamanya Yerusalem menjadi ibu kota Israel, mengapa disitu ada Masjidil Aqsa situs suci umat Islam yang sangat dibanggakan dan Gereja Makam Kudus milik umat Kristen.

Berarti selama 3.000 tahun itu tidaklah benar kota Yerusalem tersebut menjadi ibu kota Israel. Sejak kedatangan Isa Al Masih kota Yerusalem itu pernah dikuasai oleh umat Kristen karena di kota itulah Isa Al Masih dilahirkan.

Dengan kedatangan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw pernah pula kota Yerusalem itu dikuasai umat Islam. Bahkan, dalam "Perang Salib" Yerusalem

pernah dikuasai umat Islam dan umat Kristen secara berganti-ganti. Mengapa orang Yahudi pada saat itu tidak mempertahankan kota Yerusalem tersebut kalau memang itu ibu kotanya.

Lalu, dimana orang Yahudi pada waktu itu, kok, bisa mengatakan selama 3.000 tahun Yerusalem sudah menjadi ibu kota Israel. Pada masa-masa dahulu orang Yahudi itu banyak melakukan eksoduskarena dikejar-kejar oleh penguasa untuk dijadikan budak.

Pada masa itu umat Yahudi bercerai-berai, terpisah-pisah, menghindari pengejaran oleh raja-raja yang berkuasa pada masa itu. Ingat saja sejarah Fir'aun musuh Nabi Musa, raja Persia Nebukadnezar, Kaisar-kaisar Rumawi, semuanya itu memburu orang-orang Yahudi untuk dijadikan budak.

Kok, sekarang PM Benjamin Netanyahu mengaku Yerusalem sebagai ibu kota Israel selama 3.000 tahun. Dalam sejarah belum pernah tertulis Kerajaan Israel atau Republik Israel yang sudah berumur 3.000 tahun. Kalau memang ada maka Kerajaan Israel itulah atau Republik Israel itulah yang tertua di dunia ini.          

Namun, persoalannya sekarang setelah pindah ke Yerusalem, apakah aman bagi pemerintah Israel tinggal disana atau tidak. Rasanya tak ada jaminan buat Israel karena kota Yerusalem itu adalah kota suci milik tiga agama, yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi. Bisa saja terjadi konflik diantara ketiga umat beragama tersebut.  

Sebenarnya dibalik keinginan Donald Trump memindahkan ibu kota Israel itu ke Yerusalem ada maksud-maksud tertentu dalam melanjutkan politik rasisnya.Dia itu sangat anti pada orang-orang Islam namun, dia sendiri belum menemukan cara menghabisi orang-orang Islam yang dianggapnya terorisitu.

Lalu, ia melakukan taktikseperti orang "main judi". Kebanyakan permainan judi itu, kan, tebak-tebakan saja, mana ada yang pasti. Wajar, kalau Donald Trump berjudi dalam politikkarena dia dahulu Si "Raja Judi" dari Las Vegas, AS.

Trikyang dimainkannya kebanyakan coba-coba saja sebagaimana halnya dengan permainan judi. Kalau mengena syukur, kalau tidak, ambil cara lain. Hal itu sama saja dengan Teori Kemungkinan(Probability Theory), yang mengajarkan, dari sekian banyak kemungkinan mustahil satu tidak akan jadi, pasti ada yang jadi.

Teori Kemungkinan itulah yang digunakan Donald Trump dalam politik globalnya yang sejalan dengan rencana ekspansi kapitalisme Amerika Serikat untuk bisa menguasai dan merajai ekonomi global.

Dibangun dahulu isu "perang agama"antara umat Islam dengan Yahudi dan lama kelamaan akan menyeret pula umat Nasrani Timur Tengah. Bagaimana hal itu bisa terjadi, persoalannya mudah sekali.

Setelah Yerusalem menjadi ibu kota Israel maka Donald Trump akan menyuruh Israel membongkar semua situs-situs yang dipandang suci oleh umat Islam dan umat Nasrani. Ada dua yang terpenting yaitu Betlehem bagi umat Nasrani karena disitulah tempat lahirnya Jesus Christus dan yang satu lagi Masjidil Aqsa, yang pernah menjadi kiblat umat Islam dan dari situ pula Nabi Muhammad saw mi'raj.  

Kalau dua situs suci itu dihancurkan maka terjadilah perang, itu sudah pasti. Yang seperti inilah yang diinginkan Donald Trump Si "Raja Judi" yang "tidak beriman" itu. Akibatnya apa, maka di Timur Tengah akan terjadilah "Perang Salib" Jilid II. Kali ini umat Islam dan umat Nasrani akan bersatu melawan Israel.                

Dengan perang tersebut ekonomi AS akan terdongkrak karena harga minyaknya naik dan semua komoditi militernya laku terjual. Jadi, "kartu trufnya" Donald Trump

dalam perjudian politiknya adalah Israel. Donald Trump meraih dua keuntungan dari pertarungan militer itu, pertama ekonomi AS naik dan kedua kebenciannya pada orang-orang Islam akhirnya terpenuhi juga.   

Tetapi, Donald Trump yang tidak beriman itu lupa, bahwa tidak ada satupun tempat suci di dunia ini yang bisa dihancurkan begitu saja. Sampai sekarang kita tidak lupa dengan Tentara Gajah dibawah pimpinan Abrahahyang ingin menghancurkan Ka'bah di kota Mekkah, yang akhirnya mengalami kehancuran.  

Akan terulangkah kembali sejarah Tentara Gajah itu ? Wallahu'alam ! Tuhan Yang Maha Kuasa bisa saja berbuat sekehendak hati-Nya. Bisa saja selagi Donald Trump tidur bersama bininya di Gedung Putih dengan tiba-tiba saja Gedung Putih itu runtuh bersama-sama dengan Gedung Capitol yang dihantam meteor.

Ini bukan bicara emositetapi sudah bicara logikakarena kita sudah melibatkan nama Tuhan dalam hal ini. Kalau orang yang tak beriman, seperti Donald Trump, pastilah mengejek dan mentertawakan apa yang barusan saja disampaikan tadi. Untuk itu kita harus tahu tempat tegak berdiri kita, masihkah kita ini di atas Bumi atau sudah di angkasa luar sana.

Kalau masih di atas Bumi, tidak sejengkal tanah pun dipermukaan Bumi ini yang tidak bisa menjadi lubang kubur kita sendiri, itulah logikanya.Kapan waktunya itulah yang tidak kita ketahui karena soal waktu adalah urusan dan kekuasaan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Satu hal contoh yang kecil saja yang pernah terjadi di Israel baru-baru ini dimana hutan-hutannya dan beberapa kotanya  terbakarhebat setelah Pemerintah Israel melarang umat Islam mengumandangkan Adzan di Mesjid-mesjid. Tidakkah itu satu peringatan buat Israel tetapi, yang dituduhnya orang-orang Palestinalah yang melakukan pembakaran.

Masa dahulu Tuhan Yang Maha Esa hanya memperingatkan kepada satu-satu kaum saja tetapi kali ini nampaknya Tuhan akan memperingatkan kepada seluruh umat manusia di permukaan Bumi ini dengan azab yang amat berat kalau memang manusia itu sudah terlalu jauh menentang kekuasaan-Nya.

Tuhan akan memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada seluruh umat manusia karena manusia sekarang ini sudah terlalu jauh melangkah mentang-mentang teknologi yang dikuasainya sudah terlalu maju. Manusia sudah menentang Tuhan dengan teknologi yang dimilikinya.

Manusia diseluruh dunia, termasuk di Indonesia ini juga, sudah berani vivere peri coloso, menyerempet-nyerempet bahaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa sampai segala sesuatunya dibuat abu-abu, tidak lagi hitam putih.

Namun, kita masih belum melihat kemampuan Pemerintah secara maksimal kasus Yerusalem ini. Kita hanya baru sekedar memprotesnya saja, langkah lebih jauhnya belum nampak.

Pemerintah kita harus menyadari, persoalan Yerusalem ini bukanlah kasus ringan, dunia tantangannya. Memang, baru dugaan tetapi mungkin saja bisa menjadi kenyataan dengan terjadi Perang Dunia III dalam waktu yang dekat ini. Perang itu dijadikan sebagai modus untuk menghukum seluruh umat manusia.  

Rusia, China, Korea Utara akan membantu perjuangan rakyat Palestina dalam membebaskan Yerusalem dari keinginan Si "Raja Rasis" Donald Trump karena kedekatannya negara-negara itu dengan Iran. Disana ada kepentingan ketiga negara tersebut.   

Dalam hal ini Iran sendiri dan dibantu oleh sekutu-sekutunya sudah pasti tidak akan tinggal diam. Kemungkinan negara itu akan melakukan invasike Israel walau melalui serangan udara. AmbisiIran itu bukanlah menunjukkan negara itu adalah agresormelainkan semata jihad untuk membebaskan Masjidil Aqsa jangan sampai dihancurkan oleh Israel.

Meskipun dalam keadaan darurat perang sudah pasti Irak dan Syria akan ikut pula menyerbu memasuki Israel dengan maksud yang sama yaitu membebaskan situsyang sangat berharga sekali, Masjidil Aqsa. Jordan pun tidak akan tinggal diam, negara itu ikut pula melakukan invasi.

Turki pun akan segera turun tangan mengerahkan pasukan daratnya yang dibantu pasukan udaranya menyerbu masuk ke Israel dengan tujuan yang sama. Hanya Saudi Arabia dan negara-negara Teluk lainnya, apakah ikut berperang atau tidak, belum dapat dipastikan.

Mesir, Lybia, Aljazair, kali ini akan ikut ambil bagian juga karena negara-negara ini takut akan dikutuk Tuhan Yang Maha Esa jika tidak ikut ambil bagian dalam perang membebaskan Masjidil Aqsa.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan terbesar di dunia, apakah tinggal diam saja, tidak ikut ambil bagian membantu sesama Muslim yang lagi berperang melawan Israel.

Di Indonesia, kan, banyak organisasi-organisasi Islam yang hebat-hebat bahkan, diantaranya ada yang paling kuat yang mampu mengerahkan massa "menyerbu" Kota Jakarta, apakah tidak ada keinginan untuk ikut jihad ke Israel sana.

Melihat dari opinimasyarakat, jangankan ke Israel, ke Myanmar saja membantu perjuangan Muslim Rohingya disana sampai saat ini tak ada buktinya. Suaranya saja yang lantang tetapi masih saja tetap tinggal di Tanah Air.

Meskipun demikian kasusJerusalem ini sangatlah sensitif sekali dan dunia akan bisa "capek" dibuatnya. Sementara itu masyarakat Yahudi sendiri tidak akan bisa tidur nyenyak selama perang berkecamuk di negaranya sendiri. Perang ini baru berakhir kalau Si "Raja Judi" Donald Trump diimpeachment oleh Kongres AS.***

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun