Mohon tunggu...
Vivi mirahwati
Vivi mirahwati Mohon Tunggu... Lainnya - Dosen : Prof Dr. Apollo, M.Si,Ak, Nim : 55521110006, Magister Akuntansi, UMB
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mangement Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB_2 Cara Memahami Peraturan Perpajakan Internasional pendekatan Seni

25 Mei 2022   13:55 Diperbarui: 25 Mei 2022   13:58 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

b. Tahun 1925 ada Ordonantie op de Vennootschapbelasting alias Pajak Perseroan atau sekarang dikenal dengan nama Pajak Penghasilan  Badan.

Zaman Belanda dan saat penjajahan Jepang, mereka  memungut pajak dari berbagai hasil bumi yang ada di Indonesia. Jauh sebelum itu, kerajaan - kerajaan yang ada di Nusantara ini juga sudah menerapkan pajak pada masyarakatnya untuk keberlangsungan kerajaan. Hingga saat ini, pajak sudah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Hal ini dapat kita liat dari banyaknya jenis pajak yang ada. Dan,sebagai warga Negara yang baik, tentunya kita akan membayar pajak yang sudah menjadi kewajiban kita. Karena semuanya juga untuk kesejahteraan kita bersama. Atau sejarah lain menerangkan bahwa Pajak pertama kalinya di Indonesia di awali dengan Pajak Bumi dan Bangunan atau lebih kita kenal dengan PBB. Pada waktu itu lebih dikenal sebagai pajak pertanahan. Pungutan ini diberlakukan kepada tanah atau lahan yang dimiliki oleh rakyat. Pajak atas tanah ini dimulai sejak Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) masuk dan menduduki Hindia Belanda. Untuk lebih jelasnya mengenai sejarah pajak di Indonesia terdapat pada buku karangan Profesor Tobias Subekti yang berjudul "Perpajakan di Indonesia". Profesor Tobias Subekti adalah seorang profesor pajak pertama di Indonesia dan buku ini adalah disertasi beliau.

Pajak secara teratur dan permanen sudah dilakukan sejak zaman colonial. Akan tetapi perlu juga diingat bahwa ketika wilayah nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan pun sudah ada pungutan semacam pajak. Ungkapan semacam itu tercermin dalam kata-kata bahasa jawa, misalnya :"asok glondhong pengare-areng, penipeni rojo peni, guru bakal guru dadi, ngaturaken putrid tondho lintuning sih katresnan."7 Persembahan itu disampaikan kepada raja dengan maksud sebagai wujud rasa hormat dan upeti, yang disampaikan oleh rakyat di wilayah kekuasaan kerajaan maupun wilayah jajahan. Kiranya perlu diingat bahwa pada masa kerajaan-kerajaan di tanah air, fi gure raja dalam hal tertentu dapat dipandang sebagai manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan (Negara). Pemberian sukarela (upeti) dari rakyat kepada raja / penguasa, upeti berupa barang (natura): padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain. Awalnya upeti hanya untuk kepentingan pribadi penguasa karena tidak ada imbal balik kepada rakyat, sehingga pembayaran upeti dikarenakan ada tekanan (psikologis) karena raja berkedudukan lebih tinggi dari rakyat.

Pengenaan pajak secara sistematis dan permanen dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah. Pengenaan pajak terhadap tanah atau sesuatu yang berhubungan dengan tanah sudah ada sejak jaman colonial. Seperti Contingenten dan Verplichte Laverantieen yang lebih dikenal dengan namaTanam Paksa, yang menimbulkan perang Jawa pada tahun 1825-1830. Oleh Gubernur Jenderal Raffl es, pajak atas tanah tersebut disebut Landrent yang arti sebenarnya adalah "sewa tanah".

Pada masa penjajahan, tepatnya pada tahun 1932, dikeluarkan Ordonasi Pajak Kekayaan (PKk) yang beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1964.Yang menjadi subyek pajak dari pajak kekayaan ini pada prinsipnya adalah orang pribadi, buka badan. Akan tetapi menurut Pasal 3 Ordonasi Pajak Kekayaan itu ada kemungkinan perseroan, persekutuan, atau pengkongsian dikenai PKk untuk menggantikan kedudukan perseronya yang tidak dikenal atau diragukan. Obyek pajaknya adalah seluruh kekayaan wajib pajak dikurangi hutang-hutang dan kewajiban pada awal tahun pajak.

Pada masa-masa awal kemerdekaan juga pernah dikeluarkan peraturan dibidang pajak. Pada tahun 1950 dikeluarkan UndangUndang Darurat Nomor 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar bagi Pajak Peredaran (Barang), yang dalam tahun 1951 diganti dengan Pajak Penjualan (PPn) 1951.Pajak ini dikenakan terhadap pemakaian umum yang dapat menjadi Pajak Penjualan Dalam Negari dan Pajak Penjualan Impor. Sebagai subyek pajaknya adalah pihak pabrikan dan pengusaha jasa. Dalam hal pemungutan pajak, oleh UUD RI  1945 pada awalnya menetapkan Pasal 23 ayat 2 : "Segala pajak untuk Negara berdasarkan undang-undang". Selanjutnya Pasal 23 ayat (2) UUD RI 1945 diamandemen dengan  Pasal 23A Undang Undang Dasar RI 1945 yang ,menyebutkan bahwa: "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang",. Adapun ketentuan - ketentuan undangundang dibidang perpajakan yang "dilahirkan" sesuai apa yang dikehendaki oleh Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, diantaranya beberapa undang-undang :

1). Undang-Undang  RI  Nomor  28  Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang  RI  Nomor  6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2). Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

3).  Undang-Undang RI  Nomor  42  Tahun  2009  Tentang Peubahan Ketiga Atas Undang Undang RI No. 8 Tahun 1983 Tentang  Pajak Pertambahan Nilai  atas Barang dan jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

4).  Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2000 Tentang Perubahan ketiga Atas Undang Undang RI No. 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

5).  Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun