Namun terobosan apapun yang dilakukan harus dapat memperhatikan keamanan dan privasi data, kondisi dan pengetahuan masyarakat, infrastruktur yang memadai dalam memverifikasi data mereka melalui aplikasi smartphone atau aplikasi web lain.Â
Hukum alam perkembangan teknologi Informasi maupun komunikasi tetap berlaku, dimana inovasi berguna dikembangkan akan beriringan dengan upaya dari pihak-pihak yang mampu meretas dan memanfaatkan kelemahan aplikasi yang dikembangkan. Sehingga ini menjadi faktor penting sebagai dasar pemikiran paling mendasar.
Verifikasi data dengan kebijakan Fiancial Technology atau disingkat FinTech yang merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap-muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja. Telah dapat dilakukan dengan baik di Indonesia. Tanpa proses yang rumit dalam transaksi keuangan khususnya pembayaran.
Pemikiran ini sebenarnya telah diusulkan oleh bank dunia, Tahun 2017. Dengan proposal yang berjudul Technical Standards Technical Standards for Digital Identity Systems. Sebuah draft didiskusikan.
Sebagai pengantar disebutkan, bahwa Sistem identifikasi yang kuat dan inklusif sangat penting untuk pembangunan, sebagaimana tercantum dalam Target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 16.9, yang mengamanatkan negara-negara untuk memberikan "identitas hukum untuk semua, termasuk pencatatan kelahiran."Â
Bagi individu, bukti identitas hukum diperlukan untuk mengakses hak, hak, dan layanan. Tanpa itu, mereka mungkin menghadapi pengucilan dari kehidupan politik, ekonomi, dan sosial.
Bagi pemerintah, sistem identifikasi modern memungkinkan administrasi dan pemberian layanan yang lebih efisien dan transparan, pengurangan penipuan dan kebocoran terkait  dengan transfer dan pembayaran manfaat, peningkatan keamanan, statistik vital yang akurat untuk tujuan perencanaan, dan kapasitas  yang lebih besar untuk menanggapi bencana dan epidemi.
Namun, terlepas dari manfaat tersebut, sekitar 1,1 miliar orang di seluruh dunia tidak memiliki bukti identitas.  Untuk  menutup "kesenjangan identitas" ini, banyak negara telah mulai mereformasi sistem identifikasi yang ada dan membangun yang baru.Â
Dalam melakukannya, sebagian besar telah berusaha memanfaatkan janji teknologi identifikasi digital baru, termasuk identifikasi biometrik, kredensial elektronik termasuk kartu pintar dan ID seluler, Â dan infrastruktur otentikasi online
**
Sistem model KTP Digital sebanarnya telah diawalai terlebih dahulu oleh Estonia sebagai pionir kartu identitas sebagai aplikasi, china bukanlah negara pertama yang mengintegrasikan KTP ke dalam smartphone.Â