Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Benar, Bukan Strategi Jitu Justru Jokowi Tidak Etis Memberi Kesempatan Menterinya "Menjual Diri" untuk 2024!

11 November 2021   20:57 Diperbarui: 12 November 2021   04:30 3626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Pidato Presiden Joko Widodo. (Foto: Okezone). 

Disclamer Dulu ya, tulisan ini adalah opini pribadi, penulis bertanggung jawab penuh terhadap isi artikel ini, termasuk menyangkut interpretasi, asumsi, analisis dan pendapat  yang terkait.

Penggunaan istilah "Menjual Diri" yang digunakan saya adalah merupakan kiasan lain dari  "Mempromosikan Diri"., sekalipun dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) diartikan men.ju.al diri melacurkan diri.

Sebagai pengantar,  sebelum saya menguraikan opini saya dalam tulisan ini, paling gak saya mengacu pada beberapa referensi sebagai dasar argumentasi yang saya rasa cukup untuk menyimpulkan judul dari pada tulisan ini.

Ok, tapi sebelumnya perlu dipastikan dulu apakah Jokowi benar-benar membebaskan para menterinya 'jual diri' menuju pemilu 2024. Saya masih ragu.

Jika ini benar, atau anggaplah memang benar, bagi saya cukup mengejutkan, seorang Presiden memberikan kesempatan para menteri hingga kepala daerah untuk mempromosikan dirinya dalam rangka menyambut pesta demokrasi, Pemilu 2014. Apakah ini langkah strategis atau malah sebuah kekeliruan dari sikap dan pernyataaan seorang Presiden Jokowi.

Mungkin ada yang menilai, ini adalah langklah strategi Jokowi untuk mendorong kineraja para menterinya, dan menjadikannya sebagai "jebakan badman", sambil mempersiapkan reward dan punishment.

Jika si menteri terlalu sibuk dengan peningkatan elektabilitas dan popularitas tetapi kemudian melupakan kinerjanya dia sebagai menteri, melupakan kinerja visi-misi bagaimana menghasilkan sebuah pekerjaan yang baik. 

Maka menteri tersebut harus diganti. Hal ini seperti yang dianalisa Pendiri Kelompok Diskusi Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Hendri Satrio (Hensat), kepada detikcom, Selasa (9/11/2021).

Kalau saya, boleh-boleh saja. Tapi tinggal 2 tahun lagi lagi masa kepemimpinan Jokowi berakhir, harusnya segera merombak kabinet untuk menyelesaikan visi dan dan misinya dan banyak persoalan besar bangsa ini yang masih belum tercapai, dengan dukungan penuh para menterinya. Kalau diuji dengan strategi seperti itu dulu, gak akan efektif. Dan kesannya membangun etika yang kurang baik dalam  menjalankan pemerintahan.

Gak perlu dipersilahkan "menjual diri" pun, para menteri yang tingkat popularitas yang cukup tinggi dari hasil survey. Atau paling gak ada dalam urutan popularitas dan kebetulan lagi mereka ada di dalam kabinet jokowi. Mereka ini sudah melakukan pencitraan diri, sadar maupun gak. 

Menjalankan dan menyukseskan program pemerintah dan menggunakan fasilitas Negara untuk mendongkrak popularitas namanya. Dan kelihatanya dimata masyarakat awam hal ini wajar-wajar saja, asalkan gak melanggar hukum seperti menggunakan dana dan fasilitas Negara untuk tujuan pribadi, misalnya menjalankan Program Pribadi di luar program pemerintah. Tapi rakyat kan sulit membedakannya? Apalagi ditambah dengan buzzer bayaran. Komplitlah sudah.

Jadi bagi saya, jokowi dalam hal ini keliru dalam merumuskan strateginya. Visi dan Misinya belum banyak yang tercapai dan Pekerjaan Rumah Besar masih di depan mata pasca pandemi covid-19. Semua itu perlu direalisasi dengan pembantu-pembantunya yang baru, mumpuni, dan memiliki integritas tanpa berorientasi pada popularitas atau paling gak bukan kaki tangan partai politik. Yang dipentingkan kerja dan kerja, membantu presiden menyelesaikan visi dan misinya, dan meletakan dasar yang baik untuk kelanjutkan pemerintahan berikutnya..

Tanpa sadar hal ini bisa membuka ruang 'abuse of power'.  Dimana para menteri yang berhasrat nyapres, pasti mengapitalisasi semua fasilitas politik yang melekat pada dirinya. Saya rasa para menteri dari unsur partai politik akan melihat peluang ini. 

Sehingga kerja menteri bukan lagi untuk rakyat tapi untuk kepentingan pencapresan dirinya. Menteri jadinya tak merasa bersalah karena presiden memberi angin surga untuk kerja meningkatkan popularitas dan elektabilitas. Saya setuju dengan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, dalam hal ini.

Jika hal ini benar, dan berkaitan dengan hak Prerogatif presiden yang disebutkan dalam Undang-Undang dasar 1945, khususnya pasal 17, tanpa mengeyampingkan hak preogratif presiden yaitu pasal 10 hingga pasal 15 dqalam Undang-Undang dasar 1945 dan undang-undang pelakasana dibawahnya.

Bersumber dari artikel hukumonline.com  (16 Juli 2013) yang merujuk pada tulisan Ananda B. Kusuma, yang berjudul UUD 1945 Mengenal Hak Prerogatif.  Dalam artikel tersebut pengajar Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini, menjelaskan bahwa menurut Thomas Jefferson, hak prerogatif adalah kekuasaan yang langsung diberikan oleh Konstitusi (power granted him directly by constitution). Sebagai catatan Thomas Jefferson adalah orang yang menulis Declaration of Independence dan ikut menyusun Konstitusi Amerika Serikat.

Ya bisa jadi benar, tapi ketika menjalankan haknya tersebut, jika secara etika menyalahi kewibawaanya sebagi pemimpin pemerintahan dan kepala negara, yang harusnya mengkoordinir, membina, mengevaluasi, memberikan arahan dan petunjuk kepada para pembantunya, termasuk memecat, merotasi atau mengangkat menteri baru. Harusnya Presiden tahu batas-batasanya, apalagi beliau menjadi sorotan dan dicaci secara suka-suka. Namun dalam  hal ini saya dukung dengan ketenangan  beliau karena telah melakukan yang terbaik . 

Tapi kalo statement ini?  Tentu saja akan mengkoyak-koyak  norma atau etika yang diakui dan diterima oleh seluruh bangsa Indonesia, secara turun temurun, apalagi dalam jabatan Presiden. Kan bingungi rasane. 

Ingat sumpah presiden dalam pelatikannya?

Ketika mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna Presiden-Wakil Presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu 20 November 2019 (Kompas.com)

Sumpah atau janji Presiden Jokowi berbunyi. "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa"

Ingat juga sumpah para menteri saat dilantik?

"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan Negara, Bahwa saya dalam menjalankan tugas tugas dan jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan penuh penuh rasa tanggung jawab."

Nah dari kedua sumpah yang menyebutkan nama Allah, merupakan sumpah sakral bagi saya, gak main-main, karena  akan dipertanggungjawabkan di akherat nantinya.

Berikutnya bersumpah setia kepada bangsa dan Negara dan berpegang teguh adanya kepatuhan terhadap kewajiban, memegang teguh dan menjalankan UD Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya.

Ini adalah amanat rakyat yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Negara ini pemerintahannya berasal dari rakyat dan untuk rakyat dalam koridor Demokrasi. Sehingga menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab adalah tanggung jawab kepada rakyat.

Jelas disebutkan dalam sumpah lafal menteri tentang menjunjung tinggi etika jabatan, hal ini juga terkait dengan etika pribadi. 

Bagaimana kita merumuskan etika itu?

Menurut Internet Encyclopedia of Philosophy tentang Ethics atau etika, disebutkan bahwa Etika berusaha untuk menyelesaikan pertanyaan tentang moralitas manusia dengan mendefinisikan konsep seperti baik dan jahat , benar dan salah , kebajikan dan kejahatan , keadilan dan kejahatan . Sebagai bidang penyelidikan intelektual , filsafat moral terkait dengan bidang psikologi moral , etika deskriptif , dan teori nilai .

Tiga bidang studi utama dalam etika yang diakui saat ini adalah:

  • Meta-etika (Meta-ethics) , tentang makna teoritis dan referensi proposisi moral, dan bagaimana nilai kebenarannya (jika ada) dapat ditentukan;
  • Etika normatif (Normative ethics), mengenai cara-cara praktis untuk menentukan tindakan moral;
  • Etika terapan (Applied ethics), terkait apa yang dapat dilakukan seseorang sebagai kewajiban (atau diizinkan) untuk dilakukan dalam situasi tertentu atau domain tindakan tertentu.

Rushworth Kidder menyatakan bahwa "definisi standar etika biasanya memasukkan frasa seperti 'ilmu tentang karakter manusia yang ideal' atau 'ilmu tentang kewajiban moral', sedangkan Richard William Paul dan Linda Elder mendefinisikan etika sebagai "seperangkat konsep dan prinsip yang memandu kita dalam menentukan perilaku apa yang membantu atau merugikan makhluk hidup". Dan di dalam The Cambridge Dictionary of Philosophy menyatakan bahwa kata "etika" adalah "biasa digunakan bergantian dengan ' moralitas ' ... dan kadang-kadang digunakan lebih sempit berarti prinsip-prinsip moral tradisi tertentu, kelompok atau perorangan.

Defenisi di atas tak jauh dengan system etika yang berlaku di Indonesia, seperti yang dikemuakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau disingkat BPIP, yang menyebutkan bahwa Pancasila sebagai sistem etika mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia indonesia dalam semua aspek kehidupannya.

Meskipun nilai-nilai Pancasila merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.

Pada bagian etika yang termaktup dalam sumpah presiden maupun para menteri, persoalan etika ini yang sering disoroti, dan kerab dilanggar oleh para pejabat di Negara ini, dari level menteri hingga level pemerintah  terkecil dibawah.

Perilaku para pejabat dalam kasus korupsi, lebih luas KKN, tanpa malu-malu banyak dilakukan, padahal sudah bersumpah yang sakral. Sehingga berbicara etika dalam banyak kasus, saya cukup ragukan, kelihatan di depan manis padahal sebenarnya bobrok.

Lalu bagaimana dengan pernyataan presiden apakah memenuhi atau gak usnur etika dalam pemerintahan? Saya gak berbicara politik. Namun jika benar ucapan itu, saya dapat menyimpulkan presiden melakukan tindakan yang tidak etis untuk memberikan kesempatan kepada menterinya untuk "menjual diri" demi pesta demokrasi 2024.

Kenapa? Karena "memberikan kesempatan" padanan katanya bisa disamakan secara gak langsung dengan memberikan anjuran. Arti kata anjuran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah yang dianjurkan; usul; saran; nasihat; ajakan. Sedangkan menganjurkan diartikan mengemukakan sesuatu supaya diturut (dilakukan, dilaksanakan, dan sebagainya), mengajukan usul (saran dan sebagainya), memberi nasihat (bantuan dan sebagainya) supaya menjalankan suatu usaha atau melakukan suatu perbuatan.

Dalam fungsi dan tugas menteri sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara

Dalam Bab III Pasal 17 dan 18  undang-undang tersebut telah dijelaskan cukup jelas terkait  Tugas dan Fungsi kementrian/menteri.

Pada pasal 17 dijelaskan dengan jelas bahwa Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara

Sedangkan Fungsinya dalam pasal 18 antara lain :

  • Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
  • Perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
  • Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya

Jadi, gak ada tugas dan fungsi untuk mencitrakan diri dengan cara "menjual diri" nantinya jika  berhasyrat untuk berkompetisi dalam pesta demokrasi 2024. Apalagi membuka peluang adanya pelanggaran, dengan cara menggunakan fasiltas Negara. Lagi-lagi ini sudah bergeser dari tugas dan fungsi mereka sebagai menteri.

Sehingga sebagai pembantu presiden, jika benar apa yang dikemukakan presiden sudah diluar tugas dan fungsi dari para menterinya. Bagi saya, hal ini tidaklah etis. Sebagai pemimpin, negarawan, kepala Negara dan pemerinatahan, seharusnya Presiden memberikan arahan, petunjuk, perintah, bahkan boleh menegur dan kemudian mengevaluasi kinereja menteri sesuai tugas dan fungsi yang disebutkan di atas. Dan mengeksekusi hak preogratifnya terkait dengan pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945, dimana disebutkan bahwa :

  • Ayat 1  Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
  • Ayat 2  Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Amandemen pertama)
  • Ayat 3  Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. (Amandemen pertama)
  • Ayat 4  Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang. (Amandemen ketiga)

Ada yang berasumsi bahwa Jokowi lewat pernyataan tersebut, ingin sebagai King Maker, karena semua calon yang terbaik yang bakal bertanding di 2024 nanti adalah all Jokowi's man. Apalagi banyak tokoh yang saat ini yang dikaitkan dengan hal  tersebut  ada yang menjadi pembantu Jokowi di kabinet. Apa benar pak? Saya percaya bapak gak punya ambisi politik setelah nanti turun sebagai presiden di periode kedua ini.

Atau terdapat masalah lain? Seperti diberitakan majalah tempo edisi terbaru halaman 30. Disebutkan bahwa Jatuhnya pilihan Jokowi kepada Jenderal Andika sebagai calon tunggal Panglima TNI pada detik-detik terakhir menandakan Presiden memilih jalan kompromi. Sebab, sudah lama dia bertahan atas desakan sejumlah kalangan agar mengangkat Andika sebagai Panglima. Apalagi Presiden disebut-sebut menginginkan calon lain.

Jokowi akhirnya memilih Andika sebagai Panglima TNI meski hanya memiliki masa tugas selama 13 bulan. Wajar jika timbul kecurigaan Presiden tidak sanggup membendung permintaan kelompok yang menginginkan Andika menjadi Panglima. Jadi presiden tersandra secara politik? Sehingga ia mengeluarkan pernyataan tersebut? Bisa ya tapi bisa juga gak.

Tapi masak mau mengorbankan bangsa ini? Adanya signal bahwa Jokowi saat ini sedang mencari jalur kompromi karena didesak dari berbagai pihak, menandakan jokowi memang sedang dalam tekanan pada saat ini. Dan jika ini juga benar, wajar bila beliau mengeluarkan statement tersebut, namun sebagai langkah strategis untuk beliau yang keliru. Sehingga lagi-lagi bagi saya gak etis sebagai seorang Presiden.

Sebagai penutup, saya sarankan kembali, rombak saja pak Presiden kabinetnya. Selesaikan tugas-tugas berat bangsa ini dengan orang-orang yang punya keahlian dan punya integritas tanpa membawa misi politik. Selesaikan semua visi d an misi Bapak. Dua tahun ini  gak lama lho pak.

Saya ingin ingatkan kembali   Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang disingkat dengan Visi Misi Jokowi-Ma'ruf Amin (Liputan6.com 11 Jan 2019). Saya ambil butir ke 8 saja, yaitu tentang Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan Terpercaya, yang mencakup :

  • Aktualisasi Demokrasi Pancasila
  • Mengembangkan Aparatur Sipil Negara yang Profesional
  • Reformasi Sistem Perencanaan, Penganggaran, dan Akuntabilitas Birokrasi
  • Reformasi Kelembagaan Birokrasi Yang Efektif dan Efisien
  • Percepatan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
  • Reformasi Pelayanan Publik

Wujudkan hal ini Pak presiden, jika benar statement Anda tersebut benar, selain gak etis anda juga sudah bergeser dari visi dan misi anda yang anda ikrarkan sendiri  bersama wakil Anda.

Saya masih percaya, mungkin tidak seperti itu maksud presiden, bisa saja dipelintir. Namun bila bisa dibuktikan, ya segera saja pak Jokowi, segara bersih-bersih pak, rombak kabinet dan mempersiapkan pijakan bagi pemimpin berikutnya. Lebih mulia itu, gak ada beban politik terlalu banyak untuk bapak dalam 2 tahun belakangan ini.

Mungkin itu saja dari saya, kita boleh saja berbeda, itu adalah hak masing-masing orang, dan saya tetap akan hargai perbedaan pendapat dan pemikiran siapa saja

Udah ah, udah kepanjangan nih..

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun