Mohon tunggu...
Umi Saputri
Umi Saputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Motivator

Mahasiswi Tadris Biologi, IAIN Metro Lampung.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Nyata Save Love, Save Life "Keluargaku Hartaku" Karya Umi Saputri

5 Agustus 2021   22:56 Diperbarui: 5 Agustus 2021   23:22 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua berawal dari keluargaku, awalnya kehidupan keluarga itu nampak bahagia, namun akibat dari rebutan warisan yang menimpa keluarga, sekarang anak seperti tidak bernilai dan harta kini menjadi pencarian untuk bekal masa depan.

Cerita ini berkisahkan sosok kakak laki-laki yang tengah berjuang
mengalami depresi, tanpa adanya motivasi.

Suatu ketika, aku akan mendaftarkan diri memasuki SMA, memang cita-cita yang aku inginkan adalah menempuh pendidikan ternama.

Aku mendaftarkan sekolah di SMA negeri ternama yang ada di Lampung, dengan segala persiapan yang matang, aku persiapkan semua dengan ketenangan tanpa beban fikiran, aku lakukan dengan riang, enjoy dan santai.

Pada saat itu tiba lah hari yang aku nantikan sebut saja sesi TES memasuki sekolah negeri ternama.

Kala itu orang tua begitu semangat untuk menyiapkan segala persiapan untuk bekal, baik doa, makanan, sarapan dan keperluan yang akan di bawa saat tes, langsung saja aku bergegas untuk berangkat tes di sekolah negeri ternama.

Bersama dengan bapak,  mengendarai kendaraan roda dua. Setelah sampai di lokasi, aku memasuki ruangan tes, mengerjakan soal dengan ruang penuh kesunyian tanpa keramaian.

Setelah beberapa jam kemudian selesai tes, aku langsung keluar untuk menemui bapak yang sedang menunggu kepulangnku.

Aku dan bapak langsung pergi menuju rumah. Waktu yang begitu panas mengiringi langkahku yang begitu cemas, ketika melihat keramaian di depan rumah. 

Ketika bapak memasukan montor kedalam kandangnya, tiba-tiba saja di dalam rumah begitu banyak sodara yang datang berbondong-bondong dengan wajah yang begitu menyeramkan.

Aku langsung memasuki kamar, dan menaruh tasku di kasur. Belum sempat aku membuka baju sekolahku, tiba-tiba terdengar suara olokan dari luar.

Sontak seketika itu aku langsung menguping dan mengintip mencoba mendengar kan pembicaraan mereka di balik pintu kamarku.

Aku sempat mendengarkan kata-kata yang jelas kala itu sodara berkata "Sini bagikan hartamu, semua ini belum ada bukti nyata tanpa saksi yang SAH". 

Pada saat itu juga aku mengalami depresi, belum selesai hasil tes sekolah, tiba-tiba Allah datangkan ujian keluarga yang menimpa harta.

Rasanya baru kemarin kakek meninggal dunia, dan seluruh harta kakek berikan untuk anaknya sesuai dengan pembagian, tentu sudah terbagi dengan rata, tapi begitu serakah mereka mengambil harta pemberian kakek.

Wajar saja, bapak langsung memberikan harta yang kakek berikan kepada mereka, bukan berarti karena tidak berani melawannya, tapi karena demi kebaikan keluarga. Bapak pun lebih paham agama dan berpendidikan ketimbang 5 orang sodaranya.

Karena bapak adalah anak terakhir yang beruntung, menjadi kesayangan orang tua, sekaligus mendapatkan bagian harta yang banyak, mungkin ini yang membuat rasa cemburu datang kepada kelima sodara itu.

Padahal yang mengurusi kakek dari mulai sakit-sakitan adalah bapak, bapak yang mencuci pakaiannya, bapak pula yang merawatnya, hingga montang manting sana sini hanya demi merawat orangtuanya agar sehat.

Tapi apa! balasan dari kelima sodaranya, begitu kejam tanpa mempunyai perasaan, mengambil hak milik orang lain dengan paksaan. Di tambah lagi ada kabar bahwa aku tidak diterima di sekolah negeri ternama.

Selang waktu beberapa bulan atas kejadian itu, kehidupan keluargaku hancur berkeping-keping bagaikan butiran debu, karena ujian maling (pencurian).

Semua harta, benda bahkan uang simpanan, semua melayang, dan aku tidak memiliki rumah untuk tinggal. Aku hanya memiliki rumah dari hasil belas kasihan orang, yang meminta orang tuaku untuk menempatinya.

Semenjak itu, aku begitu frustasi, seolah-olah dunia ini kejam denganku, aku jadi tidak banyak menaruh harapan dan buta masa depan. Aku memutuskan untuk tidak sekolah karena alasan kasihan orang tua yang tengah kehabisan harta.

Keadaan semakin memburuk, setelah aku tahu bahwa ibu akan pergi ke jakarta, namun setelah kepergian ibu kejakarta aku sering menyediri hanya memainkan handphone seharian.

Beberapa minggu setelah itu, aku mendapati kabar bahwa ibuku sakit, jadi ibu tidak bisa melanjutkan untuk pergi kejakarta. Akhirnya orang tuaku memutuskan untuk pergi dari desa itu, dan pergi merantau di sebuah gunung yang amat sepi dan susah sinyal.

Orang tuaku membuka blukar (kebun) untuk di tumbuhi tanaman. Begitu susahnya kehidupanku saat ini, dari mulai rumah yang terbuat dari batu bata kini menjadi rumah dengan papan seadanya.

Dari dulu yang hanya sekadar meminta diberi, sekarang untuk mendapatkannya harus bekerja sendiri.
Padahal usiaku baru menginjak 15 tahun, tapi karena keadaan gimanapun juga aku harus bekerja membantu keluarga.

Akibat berada di gunung yang sepi tanpa motivasi, aku kehilangan akal dan kurang mencintai diri, lebih sering membandingkan diri dengan orang lain, melamun dan menghayal. Aku berkeinginan untuk membeli montor besar dan memintanya kepada orang tua, namun orang tua hanya (berjanji tanpa kepastian) karena tidak ada uang. Dari situlah duniaku mulai hitam, aku tidak lagi mengenal belah kasihan, keseharian yang aku dapati hanya amarah diri.

Orang tua hanya membohongi apa yang aku minta dengan sesuatu yang tidak aku suka, padahal yang aku minta adalah montor mahal, bukan baju, celana ataupun montor murahan. Makin dewasa aku makin menjadi, ketika menginjak usia 18 tahun keatas, aku seperti menjadi anak durhaka.

Yang kerjaannya hanya makan tidur saja, tanpa kerja tanpa membantu orang tua. Sampai saat idul Fitri datang, aku tidak pernah meminta maaf dengan orang tua, dan aku menjadi orang seperti hilang akal, karena tidak mau menemui orang.

Tapi Alhamdulillah setelah ekonomi keluargaku pulih kembali, tepat tahun 2021 di usiaku yang ke 25, Ternyata orangtuaku muak dengan perubahanku yang makin menjadi-jadi, akhirnya mereka menjual harta hanya demi anaknya.

Sawah satu-satunya harta sepeningal kakek, mereka rela menjualnya hanya demi mencukupi kebutuhan anaknya, dari situ aku tersadarkan, bahwa sebenarnya orang tua itu sayang dengan anaknya, namun hanya karena kendala ekonomi dia tidak pernah menuruti keinginanku.

Tapi alhamdulillah di tahun 2021, setelah membeli montor CBR warna merah sesuai kemauanku, kiniaku menjadi sosok laki-laki "Self Love" meskipun mungkin awalnya duniaku hitam kini duniaku menjadi putih.

Dari mulai aku yang malas kerja, kini mau kerja.
Dari mulai aku yang dirumah aja, kini sering keluar rumah.
Dari mulai aku yang tidak perduli sekitar, menjadi perhatian.
Dari mulai aku yang sering marah-marah, kini jadi alhamdulillah.

Perlu kita petik hikmah

Kita harus memperhatikan anak-anak kita, boleh saja kalian para orang tua bekerja keras untuk masa depan mereka, tapi jangan sampai melantarkan mereka, apa lagi mengedepankan egois orang tua untuk tidak menuruti kemauan anaknya.

Usahakan jangan terlalu banyak janji jika belum mampu menuruti, karena menunggu yang tidak pasti itu melelahkan diri sendiri.

karena perasaan anak ketika meminta apa-apa tidak terwujudkan, akan membuatnya menjadi pupus harapan.  Semoga hal seperti ini tidak lagi menjadi permasalahan, cukup kita jadikan pembelajaran.

ingat peran orang tua sangat penting bagi anak-anak. Mari cintai dan jaga mereka sejak dini.

Untuk kalian, boleh saja menaruh harapan yang besar, namun jika mimpi itu tidak terwujudkan. Maka jangan berputus asa. Mari bangkit! Sayangi dirimu, karena masa depanmu sangat berharga ketimbang kesedihanmu yang tiada daya.


Quotes : Karena sebenarnya bagi orang tua, harta itu tidak ada apa-apa di bandingkan
kebahagiaan anaknya, karena melihat anaknya bahagia, sudah mewakili rasa bahagianya orang tua.

Referensi :

Kisah Perjuangan Kakak, Anak pertama dari orangtuaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun