Mohon tunggu...
Umi Saputri
Umi Saputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Motivator

Mahasiswi Tadris Biologi, IAIN Metro Lampung.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Nyata Save Love, Save Life "Keluargaku Hartaku" Karya Umi Saputri

5 Agustus 2021   22:56 Diperbarui: 5 Agustus 2021   23:22 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak itu, aku begitu frustasi, seolah-olah dunia ini kejam denganku, aku jadi tidak banyak menaruh harapan dan buta masa depan. Aku memutuskan untuk tidak sekolah karena alasan kasihan orang tua yang tengah kehabisan harta.

Keadaan semakin memburuk, setelah aku tahu bahwa ibu akan pergi ke jakarta, namun setelah kepergian ibu kejakarta aku sering menyediri hanya memainkan handphone seharian.

Beberapa minggu setelah itu, aku mendapati kabar bahwa ibuku sakit, jadi ibu tidak bisa melanjutkan untuk pergi kejakarta. Akhirnya orang tuaku memutuskan untuk pergi dari desa itu, dan pergi merantau di sebuah gunung yang amat sepi dan susah sinyal.

Orang tuaku membuka blukar (kebun) untuk di tumbuhi tanaman. Begitu susahnya kehidupanku saat ini, dari mulai rumah yang terbuat dari batu bata kini menjadi rumah dengan papan seadanya.

Dari dulu yang hanya sekadar meminta diberi, sekarang untuk mendapatkannya harus bekerja sendiri.
Padahal usiaku baru menginjak 15 tahun, tapi karena keadaan gimanapun juga aku harus bekerja membantu keluarga.

Akibat berada di gunung yang sepi tanpa motivasi, aku kehilangan akal dan kurang mencintai diri, lebih sering membandingkan diri dengan orang lain, melamun dan menghayal. Aku berkeinginan untuk membeli montor besar dan memintanya kepada orang tua, namun orang tua hanya (berjanji tanpa kepastian) karena tidak ada uang. Dari situlah duniaku mulai hitam, aku tidak lagi mengenal belah kasihan, keseharian yang aku dapati hanya amarah diri.

Orang tua hanya membohongi apa yang aku minta dengan sesuatu yang tidak aku suka, padahal yang aku minta adalah montor mahal, bukan baju, celana ataupun montor murahan. Makin dewasa aku makin menjadi, ketika menginjak usia 18 tahun keatas, aku seperti menjadi anak durhaka.

Yang kerjaannya hanya makan tidur saja, tanpa kerja tanpa membantu orang tua. Sampai saat idul Fitri datang, aku tidak pernah meminta maaf dengan orang tua, dan aku menjadi orang seperti hilang akal, karena tidak mau menemui orang.

Tapi Alhamdulillah setelah ekonomi keluargaku pulih kembali, tepat tahun 2021 di usiaku yang ke 25, Ternyata orangtuaku muak dengan perubahanku yang makin menjadi-jadi, akhirnya mereka menjual harta hanya demi anaknya.

Sawah satu-satunya harta sepeningal kakek, mereka rela menjualnya hanya demi mencukupi kebutuhan anaknya, dari situ aku tersadarkan, bahwa sebenarnya orang tua itu sayang dengan anaknya, namun hanya karena kendala ekonomi dia tidak pernah menuruti keinginanku.

Tapi alhamdulillah di tahun 2021, setelah membeli montor CBR warna merah sesuai kemauanku, kiniaku menjadi sosok laki-laki "Self Love" meskipun mungkin awalnya duniaku hitam kini duniaku menjadi putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun