Seperti apa kemungkinan jalan keluar dengan menggunakan perspektif Latour yang dielaborasi oleh Robertus Robet?
Saya hanya akan mengestrak tiga argumen yang terasa sangat fundamental dalam konteks bagaimana pengetahuan diproduksi sebagai alternatif terhadap prinsip tradisi mapan"Cogito Ergo Sum".
Pertama, segera tinggalkan cara berpikir "bipolar" (dua kutub) yang terwarisi dari cara berfikir filsafat Barat modern yang mempertahankan demarkasi tajam antara alam-kultur, dan atau sains-politik.
Konsekuensinya, manusia dan masyarakat modern [yang merupakan produk dari cara berpikir yang bipolar ini] pada gilirannya menjadi ‘buta’ terhadap munculnya fenomena-fenomena percampuran/hibrid atau persilangan antara alam-kultur maupun sains-politik, simpul Robertus Robert.
Kedua, memaknai dengan sungguh-sungguh bahwa manusia bukanlah satu-satu aktor di muka planet, sisanya hanya obyek pelengkap bagi pemuasan kepentingan dan ambisi Sapiens.
Oleh karena itu, sadarilah bahwasanya: realitas bukanlah buah dari tindakan subjek terhadap objek, melainkan hasil dari jaringan relasional yang saling memperantarai. Dengan kata lain ontologi Latour bersifat relasional dan performatif—entitas itu ada karena dan dalam hubungan antar mereka.
Ketiga, cara kita melihat diri dalam proses pembentukan pengetahuan bukanlah sebagai subyek tunggal, non-kepentingan, obyektif, dan sepenuhnya menggenggam kebenaran dari dunia di luar sana. Di luar manusia berpikir hanya ada obyek-obyek pasif.
Dengan maksud lain, pada alam kerangka Latour, pengetahuan bukan hasil murni dari rasionalitas subjek manusia, melainkan hasil dari kerja kolektif berbagai aktor (ilmuwan, laboratorium, instrumen, hewan uji, dokumen, dll.) yang disusun dan dinegosiasikan dalam jaringan.
Pada ujungnya, menurutmu, langkah praktis yang bisa dilakukan?
***
Catatan: Kalimat yang dibikin miring (italic) adalah pernyataan langsung Robertus Robet dalam naskah pidatonya.