Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Story Collector

Mō zhe shítou guò hé - Deng Xiaoping | Ordinary Stories, Structural Echoes

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Krisis Lanjutan Modernisme: Manusia dan Batasnya

29 Juni 2025   15:13 Diperbarui: 1 Juli 2025   08:55 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah pelajar SMA di Jakarta menggelar aksi protes perubahan iklim di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (15/3/2019). Kompas.com

Watugunung tidak berakhir sebagai penakluk saja. Kisahnya dihidupkan dalam pengaturan kosmis yang menandai sebuah era pramodern. 

Dalam situasi yang lain, seperti yang dikatakan Jean Couteau, kisah ini mengingatkan bahwa manusia bukan saja makhluk politik yang ambisius dan menghalalkan segala cara. Manusia selalu harus menyadari tapal batas diri (hakikat), moral dan kaidah yang mengatur tatanan bersama. 

Bagian pada kesadaran akan batas diri, moral, dan keberlangsungan tatanan bersama inilah yang mendesak dibicarakan ketika planet bernama Bumi ini sedang berada di ambang penghancuran besar-besaran. 

Mari kita tengok sejenak.

Manusia: Subyek Rasional, Batas dan Krisis

Satu orang manusia semacam Donald Trump yang memimpin negara adidaya seperti Amerika Serikat bisa tiba-tiba bikin seluruh dunia meriang. Manusia yang satu ini bisa saja membuat dunia berada di depan kiamat karena perang. 

Slogan "Make America Great Again" yang mula-mula muncul di era Ronald Reagan (1980) bukan saja ekspresi keangkuhan. Ia juga adalah penegasan jika kesediaan mendengarkan kecemasan dunia, utamanya mereka yang menjadi korban, bukanlah prioritasnya.

Semua hanya penting sejauh disetujui oleh cara pandang rezim Trump. Celakanya, orang ini tidak sendirian. Bukan saja memiliki  pendukung fanatik di dalam negeri, ia juga membangun sekutu. 

Pertanyaan yang paling menggelitik adalah bagaimana mungkin negara semaju dan semodern Amerika Serikat--dimana rasionalitas dan kritik adalah jangkarnya--boleh melahirkan presiden semacam ini? Demokrasi dari publik macam apa yang sedang bekerja?

Teoritikus politik banyak yang bilang "kegilaan kayak begini" memang dihidupkan oleh populisme sayap kanan. Di dalamnya ada ilusi tentang kemurnian identitas, perasaan paling kalah di hadapan modernisasi (modernisation  losers), serta jalan pintas kepada kejayaan dengan meniadakan yang berbeda (the others).

Dengan kata lain, Trump hanyalah puncak dari arus dimana kemanusiaan tengah berada dalam krisis. Kemanusiaan sebagai titik temu dimana peradaban dibangun untuk melayani semua orang sebagaimana cita-cita Pencerahan tidak lagi menjadi langgam utama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun