Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rahasia Enam Warung dalam 100 Meter: Begini Cara Mereka Hidup Bersama

20 September 2025   05:05 Diperbarui: 19 September 2025   19:29 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung berfungsi bukan hanya sebagai tempat berjualan, tetapi juga sebagai ruang interaksi dengan masyarakat. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Warung tradisional tidak mengandalkan iklan, tetapi kedekatan sosial. Pembeli merasa nyaman karena disambut seperti keluarga.

2. Tidak Serakah, Tidak Menyikut

Para pemilik warung percaya bahwa rezeki sudah ada jatahnya masing-masing. Prinsip ini mencegah perang harga yang justru merugikan semua.

3. Spesialisasi yang Jelas

Masing-masing warung punya keunikan: ada yang fokus sembako, ada yang menjual jajanan, ada yang menyediakan jasa marut kelapa, ada pula yang menambah layanan pulsa dan token listrik. Dengan begitu, mereka tidak benar-benar berebut pasar.

4. Fleksibilitas dan Kepercayaan

Layanan utang, barang bisa ditukar, bahkan bisa pesan lebih dulu. Hal-hal kecil yang tak akan ditemui di retail modern ini menjadi nilai tambah besar.

5. Menjaga Kekeluargaan

Pemilik warung mengenal pelanggan dengan baik. Mereka tahu siapa anaknya, tahu siapa yang sedang kesulitan, bahkan kadang ikut mendoakan. Ikatan emosional ini tak bisa digantikan mesin kasir atau promo digital.

Rindu Warung yang Sederhana

Di tengah gempuran modernitas, ternyata banyak orang justru rindu dengan suasana warung yang sederhana. Rindu menyapa penjual, rindu bercakap ringan, bahkan rindu kebebasan untuk "ngutang dulu, bayar nanti."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun