Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cerita Anakku Diduga Keracunan Program MBG: Apa yang Perlu Orang Tua Ketahui?

1 September 2025   19:30 Diperbarui: 1 September 2025   19:27 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat berada di ruang tunggu klinik kesehatan menunggu giliran pemeriksaan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Kisah ini dimulai dari antusiasme anak saya yang sudah SMP dan hampir setiap hari bertanya kepada istriku, "Kapan dapat MBG, Ma?" Pertanyaan polos yang kami sendiri tidak bisa menjawabnya. 

Tibalah tanggal 26 Agustus 2025, hari ketika kami mendapat informasi bahwa anak saya akan menerima MBG. Awalnya, saya senang melihat semangatnya untuk menerima makanan bergizi dari sekolah. Namun, kegembiraan itu berubah menjadi cemas ketika setelah tiga kali menerima MBG, anak saya mulai menunjukkan gejala demam dan mencret. 

Hari pertama, sayur yang diberikan tampak basi, hari kedua aman, tapi hari ketiga membuatnya demam dan mencret hingga hari keempat.

Berdasarkan pengalaman hari pertama dan kedua, para orang tua mulai mengirimkan pesan di grup WhatsApp wali murid untuk menyampaikan kekhawatiran mereka secara sopan dan konstruktif. Salah satunya menulis:

"Assalamualaikum Bu., mohon maaf Bu. Untuk program MBG yang baru dimulai hari ini (Rabu), mohon diinformasikan ke pihak terkait bahwa sayur tadi ternyata basi. Mohon besok dan seterusnya mungkin bisa dicek dulu Bu, atau anak-anak diminta mengecek makanan sebelum dimakan, apakah masih layak atau sudah basi. Terima kasih Bu, ini hanya sekedar saran untuk kebaikan bersama." 🙏. 

Pesan itu mencerminkan kepedulian orang tua terhadap kualitas makanan yang diberikan kepada anak-anak. Mereka tidak hanya mengeluhkan, tetapi juga memberikan saran yang membangun agar program MBG bisa berjalan lebih aman dan bermanfaat. 

Respons orang tua ini menunjukkan bagaimana komunikasi yang baik antara wali murid dan pihak sekolah bisa menjadi langkah awal dalam memastikan keselamatan dan kesehatan anak-anak.

Kembali ke cerita anak saya. Awalnya, kami berpikir anak kami hanya masuk angin. Sebagai langkah pertama, kami mencoba pengobatan tradisional dengan dikerik. Namun, gejala berlanjut: demam dan mencret semakin parah. 

Kami belum menduga bahwa ini mungkin terkait dengan MBG. Baru kemudian, setelah membaca berita di media online, kami mengetahui bahwa beberapa siswa lain di sekolah mengalami dugaan keracunan MBG.

Tak hanya anak saya, beberapa teman sekelasnya bahkan harus dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Sebagai orang tua, saya merasa khawatir sekaligus bertanya-tanya: apakah makanan bergizi yang seharusnya menyehatkan justru membahayakan anak-anak kami?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun