Setiap kali harga sayuran naik, percakapan di dapur rumah tangga Indonesia hampir selalu berujung sama: "Makan sehat itu mahal." Ungkapan ini begitu populer, seolah-olah kesehatan hanya milik mereka yang berkocek tebal. Seakan-akan pola makan sehat identik dengan harga yang tinggi, buah impor, daging premium, atau sayuran organik dari supermarket.Â
Namun, benarkah makan sehat memang mahal? Ataukah kita terjebak pada mitos yang dibentuk oleh gaya hidup konsumtif dan iklan produk pangan modern?
Mitos yang Mengakar di Meja Makan
Di banyak keluarga, makan sehat kerap diidentikkan dengan belanja di supermarket besar, membeli salmon impor, quinoa, almond, atau susu organik dalam kemasan mewah. Gambaran ini membuat "makan sehat" terasa eksklusif dan jauh dari jangkauan kelas menengah ke bawah. Padahal, definisi makan sehat tidaklah sesempit itu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan, makan sehat berarti pola gizi seimbang: cukup karbohidrat, protein, lemak baik, vitamin, dan mineral. Tidak ada kewajiban harus mahal atau impor. Nasi, sayur kangkung, tempe, tahu, ikan kembung, atau buah lokal seperti pepaya dan pisang sesungguhnya sudah memenuhi kebutuhan dasar gizi harian.
Namun, tantangan utama bukan hanya soal harga, melainkan pola pikir dan kebiasaan keluarga. Banyak orang tua yang menganggap anaknya baru makan "bergizi" kalau ada ayam goreng tepung atau susu formula impor.Â
Padahal, tempe - makanan tradisional Indonesia diakui dunia sebagai "superfood" karena kandungan proteinnya tinggi, probiotik alami, dan harga terjangkau.
Namun, mitos itu tetap bertahan. Mengapa? Salah satunya karena budaya konsumsi kita yang makin terpengaruh iklan, tren media sosial, hingga gaya hidup selebritas. Apa yang tampak "sehat" sering kali dikonstruksi oleh industri pangan modern.
Data: Antara Persepsi dan Fakta
Survei BPS (2022) menunjukkan, rata-rata pengeluaran rumah tangga Indonesia untuk makanan mencapai 50,87% dari total pengeluaran bulanan. Dari angka itu, porsi terbesar masih untuk beras, rokok, minyak, dan mie instan. Buah dan sayuran segar justru menempati posisi jauh lebih rendah.