Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Selingkuh = Selingan Indah Keluarga Utuh? Mustahil!

21 Juli 2025   13:30 Diperbarui: 21 Juli 2025   13:45 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orang yang Frustasi karena Perselingkuhan. Sumber: Gambar dibuat dengan ChatGPT Open AI

Selingkuh = Selingan Indah Keluarga Utuh? Mustahil!

Di balik candaan receh "selingan indah keluarga utuh", tersimpan realita getir yang tak bisa ditertawakan.  Faktanya, selingkuh adalah penyakit hubungan yang sering kali datang diam-diam, lalu menghancurkan segalanya dalam sekejap.

Keluarga, harta, karir, bahkan masa depan bisa runtuh hanya karena seseorang tak mampu mengendalikan godaan sesaat.

Cerita Temanku: Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga

Ini cerita tentang teman saya. Dulunya ia dikenal sebagai sosok yang berwibawa: karier mapan, istri baik, dan dua anak yang membanggakan. Tapi segalanya berubah ketika ia terlibat hubungan terlarang dengan rekan kerjanya sendiri. Katanya, ia merasa "diperhatikan" dan "lebih hidup" ketika bersama selingkuhannya.

Awalnya manis, penuh janji dan mimpi indah. Tapi akhirnya? Hancur total.

Sang istri menggugat cerai. Anak-anak menjauh, keluarga besar mengucilkan, dan kariernya runtuh setelah atasannya mengetahui skandal itu. Dan yang paling menyakitkan: selingkuhannya pun pergi, setelah merasa temanku ini sudah tidak "berguna" lagi.

Ia benar-benar kehilangan segalanya. Seperti pepatah: sudah jatuh, tertimpa tangga. Kini ia hidup sendiri, memikul penyesalan yang tak bisa dihapus waktu.

Kisah temanku yang akhirnya menyadari kesalahannya setelah kehilangan segalanya bisa menjadi pelajaran berharga. Namun, tak sedikit pula yang meski telah menghadapi berbagai masalah akibat perselingkuhan, tetap tak jera. Bahkan, ada yang justru merasa semakin tertantang dan terus mengulanginya.

Mengapa Selingkuh Itu "Candu"?

Perselingkuhan sepertinya sering kali bukan sekadar soal fisik. Banyak yang tergoda karena sensasi:

  • Rasa petualangan
  • Validasi diri dan ego
  • Hubungan yang terasa "baru" dan menggairahkan
  • Ilusi pelarian dari rutinitas

Hal-hal inilah yang membuat selingkuh terasa "nagih", apalagi jika tidak segera dihentikan. Lama-lama, ia tumbuh menjadi kebiasaan yang menyimpang secara moral dan psikologis.

Bisakah Sembuh dari Perselingkuhan?

Jawabannya: bisa, tapi tidak mudah.

Mengobati perilaku selingkuh bukan sekadar menghentikan hubungan terlarang, tetapi sebuah proses panjang yang dimulai dari kejujuran pada diri sendiri. 

Ini membutuhkan tekad dan komitmen yang kuat untuk berubah. Intinya harus dari dalam diri untuk memperbaiki dan berubah. Berikut beberapa cara untuk bangkit dan memperbaiki perilaku menyimpang ini.

Langkah pertama adalah mengakui kesalahan tanpa mencari pembenaran atau menyalahkan pasangan. Kesadaran bahwa perselingkuhan adalah bentuk pengkhianatan menjadi fondasi penting untuk memulai proses pemulihan. 

Setelah itu, penting untuk menggali akar masalah yang mendorong terjadinya perselingkuhan. Apakah karena komunikasi yang buruk, kebutuhan emosional yang tak terpenuhi, trauma masa lalu, atau hanya dorongan ego? Memahami alasan di balik tindakan itu membantu mencegah pengulangan pola yang sama di masa depan.

Komunikasi yang jujur dengan pasangan juga menjadi langkah penting, jika hubungan masih ingin dipertahankan. Meminta maaf secara tulus, mendengarkan perasaan pasangan tanpa membela diri, dan membangun kembali kepercayaan adalah proses yang menyakitkan namun esensial. 

Jika diperlukan, menjalani konseling atau terapi dengan profesional bisa sangat membantu. Seorang terapis dapat membimbing dalam memetakan luka emosional, kebiasaan buruk, dan pola pikir yang harus diubah.

Selain itu, seseorang juga harus mulai melatih kesadaran diri dan kontrol emosi. Menjaga jarak dari potensi godaan, memperkuat nilai moral, dan belajar mencintai diri sendiri secara sehat sangat penting agar tidak lagi mencari pelarian emosional di luar hubungan. 

Sering kali, perselingkuhan terjadi karena seseorang merasa kosong, tidak bahagia, atau tak mampu menghadapi tekanan hidup dengan sehat. Maka, pembangunan harga diri dan komitmen untuk tumbuh adalah proses jangka panjang yang tidak boleh diabaikan.

Terakhir, penting untuk selalu mengingat konsekuensi nyata dari selingkuh. Kepuasan sesaat sering kali membawa kehancuran jangka panjang, hubungan hancur, keluarga berantakan, anak kehilangan figur, dan rasa bersalah yang tak kunjung reda. 

Menyadari betapa berharganya hubungan yang tulus dan kepercayaan yang telah dibangun, bisa menjadi pengingat kuat agar seseorang tidak terjebak dalam pengulangan kesalahan yang sama. 

Mengobati perselingkuhan artinya memilih menjadi pribadi yang lebih dewasa, bertanggung jawab, dan berani menghadapi kehidupan tanpa bersembunyi di balik pengkhianatan. Sadari nilai keluarga. Jangan menunggu semuanya hancur untuk menyadari apa yang paling berharga.

Penutup: Tak Ada Keluarga Utuh dari Selingkuh

Jadi, selingkuh bukan selingan indah. Ia mungkin menyenangkan di awal, tapi hampir selalu meninggalkan luka di akhir.

Jika kamu sedang tergoda atau bahkan sedang dalam hubungan terlarang, ingat: kebahagiaan semu tak sebanding dengan kehilangan yang nyata.

Keluarga yang utuh tidak dibangun di atas kebohongan, tapi di atas komitmen, perjuangan, dan saling menjaga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun