Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Rajabasa Sepi, Apakah Kita Masih Butuh Terminal?

24 Juli 2025   10:00 Diperbarui: 24 Juli 2025   23:26 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pintu Masuk Terminal Tipe A Rajabasa. Sumber: Dok Pribadi/Tupari

Beberapa tahun terakhir, terminal Rajabasa sempat “dibersihkan”. Pemerintah turun tangan. Ada aparat berjaga. Geliat ekonomi mulai terasa. Terminal menjadi lebih ramah, aman, bersih. Penjual makanan kembali. Penumpang bisa duduk tanpa rasa takut. Suatu masa yang cukup menjanjikan.

Terminal tipe A Rajabasa yang terlihat sepi dari aktivitas. Sumber: Dok Pribadi/Tupari
Terminal tipe A Rajabasa yang terlihat sepi dari aktivitas. Sumber: Dok Pribadi/Tupari

Namun kini, kondisi itu seperti hilang ditelan waktu. Terminal Rajabasa kembali sepi. Sepi seperti kuburan.

Bangku-bangku kosong, loket-loket tutup. Bus-bus besar nyaris tak lagi masuk seperti dulu. Preman mungkin sudah hilang, tapi yang datang justru kesunyian. Terminal yang pernah menjadi jantung transportasi publik Lampung kini sekarat perlahan-lahan.

Selama beberapa tahun terakhir, terminal Rajabasa tampak tak terurus dan jarang digunakan, fungsinya pun terbatas hanya sebagai lokasi beristirahat bagi para sopir kendaraan yang lewat.  

Ironi Mobilitas Modern

Apa penyebabnya? Jawaban pertama mungkin: perubahan pola mobilitas masyarakat.

Di sisi lain, pemerintah begitu gencar membangun jalan tol. Tol Trans Sumatera mempermudah akses kendaraan pribadi. Banyak warga kini lebih memilih mobil sendiri, travel, atau moda transportasi online. Perlahan tapi pasti, terminal seperti Rajabasa ditinggalkan.

Dalam bahasa lain: terminal ditinggal karena tidak lagi relevan dengan zaman.

Namun, bukankah terminal tetap dibutuhkan sebagai simpul mobilitas publik?

Ini ironi dan menjadi sebuh anomali. Di saat pemerintah mendorong efisiensi transportasi, justru simpul-simpul penting seperti terminal dibiarkan layu. Tak heran jika kemudian muncul gagasan untuk “mengalihfungsikan” Terminal Rajabasa menjadi sesuatu yang lebih produktif secara ekonomi.

Terminal tipe A Rajabasa yang terlihat sepi dari aktivitas. Sumber: Dok Pribadi/Tupari
Terminal tipe A Rajabasa yang terlihat sepi dari aktivitas. Sumber: Dok Pribadi/Tupari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun