Karena satu langkah edukatif bisa jadi viral. Lalu apa yang tersisa dari ruang kelas?
Ketika guru tidak lagi punya ruang untuk mendidik, hanya tinggal diam menjalankan formalitas, kita sedang membunuh sistem pendidikan dari dalam.
Pak Zuhdi, dan Ribuan Guru Lain yang Tak Pernah Terekspos
Pak Zuhdi bukan satu-satunya. Ia hanyalah satu dari sekian banyak guru yang nasibnya di ujung tanduk.
Ada yang dilaporkan karena mencubit.
Ada yang dipermalukan karena menghukum siswa yang bolos.
Ada pula yang diam-diam diberhentikan karena dianggap "tidak ramah anak", padahal ia hanya mencoba meluruskan.
Dan lebih tragis, banyak dari mereka tidak pernah terekspos. Mereka tidak viral, tidak masuk berita, hanya pulang ke rumah dengan luka yang dipendam dengan semangat yang pudar. Dengan air mata yang tak pernah dituliskan.
Akhirnya, Ini Bukan Soal Sandal
Sandal itu hanya pemicu. Tamparan itu hanya bentuk. Yang sejatinya menjadi persoalan adalah cara kita memandang guru apakah masih sebagai pendidik yang patut dihormati, atau hanya pelayan anak yang tak boleh menegur, apalagi menyentuh?
Jika hari ini guru takut menegur murid yang salah, maka esok kita harus siap menanggung generasi yang tak mengenal tanggung jawab. Dan itu, adalah tamparan paling menyakitkan bagi bangsa ini.Â
Saatnya kita semua berbenah.
Mari kembalikan fungsi pendidikan ke jalur yang semestinya. Dalam batas dan koridor yang jelas, setiap pihak baik itu guru, murid, orang tua, dan negara punya perannya masing-masing.
Dan marwah guru, harus kembali kita tegakkan. Sebab di pundak merekalah masa depan digoreskan. Bukan dengan kekerasan, tapi dengan keikhlasan yang seharusnya kita lindungi, bukan kita kriminalisasi. Karena semua punya satu tujuan besar untuk membangun negeri ini.
Salam Damai.
Referensi: