2. Membangun Dialog, Bukan Ceramah
Saya ingin ruang kelas menjadi ruang diskusi moral. Saya ingin siswa merenung, bertanya, dan memilih dengan sadar. Materi seperti integritas, tanggung jawab, dan kejujuran harus keluar dari mulut dan hati mereka, bukan sekadar dari modul cetak.
3. Menghadirkan Simulasi dan Dilema Etik
Saya akan ajak mereka bermain peran sebagai pejabat, bendahara OSIS, pelaku usaha, atau bahkan wartawan. Lalu menghadapi dilema nyata: “Apa yang kamu lakukan kalau ditawari 50 juta untuk diam?” Saya ingin mereka merasakan tekanan moral sebelum nanti mengalaminya di dunia nyata.
4. Menjadi Teladan, Sekecil Apa pun Itu
Kalau saya meminta mereka jujur dalam ujian, saya juga harus jujur dalam menilai. Kalau saya minta mereka bertanggung jawab, saya pun harus menunjukkan bahwa saya bisa diandalkan. Pendidikan antikorupsi bukan sekadar pelajaran , ia adalah warisan nilai hidup yang menular lewat contoh.
Tapi Ini Bukan Tugas Guru Saja
Di titik ini, saya sadar kalau saya tidak bisa sendirian. Pendidikan antikorupsi tidak akan berdampak jika hanya ditanggung oleh guru di ruang kelas. Orang tua di rumah harus jadi bagian dari barisan kejujuran. Mereka harus menjadi contoh, tidak memaksa anak berbohong demi nilai, tidak memberi uang untuk "menutup mulut" guru, atau menyiasati aturan demi kenyamanan sendiri.
Pemerintah juga punya tanggung jawab besar: menciptakan sistem yang bersih, terbuka, dan adil. Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar. Jika yang mereka lihat adalah pejabat yang lolos dari jerat hukum, maka pelajaran integritas hanya tinggal wacana.
Tokoh agama dan tokoh masyarakat pun tak bisa tinggal diam. Nilai moral dan spiritual harus ditegaskan bukan hanya dalam khutbah, tetapi dalam tindakan nyata. Masyarakat harus berhenti memuja kekayaan instan tanpa peduli asal-usulnya. Budaya permisif terhadap kebohongan dan suap harus dihentikan.
Karena sejatinya, pendidikan anti korupsi adalah tanggung jawab kolektif. Jika semua pihak bergerak bersama, nilai-nilai kejujuran tidak hanya diajarkan, tapi akan benar-benar hidup dan diwariskan. Karena generasi yang kuat tidak hanya butuh pengetahuan, tapi juga keberanian untuk memilih yang benar, bahkan saat yang salah lebih menggiurkan.
Ketika Nilai Tak Lagi Laku, Maka Guru Harus Jadi Penjual Nilai
Mungkin saat ini dunia sedang dikuasai oleh mereka yang bisa "mengatur permainan." Tapi saya percaya, di ruang-ruang kelas kita masih ada anak-anak yang ingin jujur, ingin berbuat baik, dan ingin sukses dengan cara benar.
Tugas kita bukan menyelamatkan dunia, tapi menjaga agar satu demi satu murid tidak tenggelam dalam arus nilai yang rusak. Jika mereka semua ingin cepat kaya tanpa proses, tanpa malu, tanpa nilai mungkin karena tak ada yang menunjukkan bahwa hidup bermartabat itu juga mungkin, dan layak diperjuangkan.