Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Anak Corat-Coret Dinding, Anak Nakal?

12 Juli 2025   16:08 Diperbarui: 12 Juli 2025   15:56 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dinding rumah yang penuh coretan, tanda kreativitas anak. Sumber: Dok. Pribadi

Anak Corat-Coret Dinding, Anak Nakal? 

Tadi malam saya bertamu ke rumah seorang teman. Begitu masuk, mata saya langsung tertumbuk pada dinding-dinding rumahnya. Bukan putih bersih, bukan juga penuh lukisan mahal. Tapi penuh dengan coretan spidol, gambar krayon, tangan-tangan kecil yang 'berkreasi tanpa izin'.

Saya tersenyum. Ini seperti deja vu.

Saya pernah melewati masa itu, saat anak-anak masih kecil. Merek butuh ruang untuk berkreativitas dan bertumbuh. Tak ayal dinding rumah menjadi 'kanvas bebas', sudut ruangan dipenuhi stiker karakter kartun yang sudah setengah mengelupas, dan rumah tak pernah benar-benar rapi... tapi hati selalu hangat.

Dulu saya sempat berpikir, kenapa rumah tak bisa seindah katalog interior? Namun, ini jawabannya:

Karena rumah dengan anak kecil bukan galeri seni. Tapi laboratorium tumbuh kembang.

Coretan-coretan itu bukan kotoran, melainkan jejak proses anak belajar mengekspresikan diri. Gambar-gambar yang tak berbentuk itu adalah kode awal dari kreativitas. Dan kebisingan yang kadang bikin pusing itu, adalah bukti hidupnya dunia kecil mereka.

Jika ingin anak yang kreatif, jangan hanya belikan pensil warna, biarkan ia punya ruang untuk salah. Biarkan ia bereksperimen, bahkan jika itu artinya wallpaper mahal jadi korban.

Karena rumah yang "berantakan" oleh anak-anak hari ini, adalah pondasi masa depan yang tertata lebih baik.

Dan mungkin...
dinding yang penuh coretan itu adalah karya seni terbesar yang tak akan pernah dipajang di galeri manapun - kecuali di hati orang tuanya.

Ternyata, apa yang kita anggap "kerusakan" di dinding rumah, justru bisa jadi fondasi kecerdasan anak.

Mencoret dinding bukan usil namun awal dari kemampuan motorik. Sumber: Dok. Pribadi
Mencoret dinding bukan usil namun awal dari kemampuan motorik. Sumber: Dok. Pribadi

Menurut penelitian dari American Academy of Pediatrics (AAP), anak-anak usia dini belajar melalui eksplorasi sensorik dan visual. Artinya, aktivitas seperti mencorat-coret dinding bukan sekadar 'nakal' atau 'usil', melainkan bentuk awal dari:

  • Kemampuan motorik halus dan kasar,
  • Ekspresi emosi,
  • Pemahaman tentang ruang dan bentuk,
  • dan bahkan kecerdasan visual-spasial, yang berkaitan erat dengan kreativitas dan pemecahan masalah.

Sementara itu, studi oleh Dr. Kathy Hirsh-Pasek (Temple University) menunjukkan bahwa lingkungan rumah yang suportif, tidak terlalu kaku, dan memberikan ruang bermain bebas sangat berpengaruh pada perkembangan kognitif dan sosial anak di usia prasekolah.

Anak-anak yang diberi kesempatan untuk berekspresi tanpa terlalu banyak larangan cenderung tumbuh lebih percaya diri, lebih mudah beradaptasi, dan lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah.

Penelitian lain juga memberikan insight bahwa:

1. Scribbling (coret-coret) adalah fase penting perkembangan seni

Menurut Antara News, fase scribbling berlangsung pada usia 2-4 tahun, saat anak membuat goresan berulang yang belum bermakna Psikolog Reti Oktania menyarankan: "Ajak anak menamai dan memaknai gambarnya... Motivasi anak untuk terus berkarya dan perluas wawasannya".

2. Stimulasi visual = kebutuhan perkembangan anak

Eko Nugroho Art Class menyebut rutinitas mencoret dinding sebagai sinyal kebutuhan stimulasi visual anak usia 2-6 tahun karena tembok dianggap 'kanvas besar' yang menarik.

3. Manfaat coretan: motorik, emosi, dan ekspresi diri

Menurut KlikDokter, mencoret dinding meningkatkan kemampuan motorik halus, koordinasi mata-tangan, dan kemampuan ekspresif anak.

4. Program "Mewarnai" dan ikatan bunda-anak

Penelitian Universitas Negeri Malang (Jurnal PG-PAUD Trunojoyo, 2024) menemukan bahwa kelas mewarnai bersama orang tua dan anak:

  • Meningkatkan kelekatan emosional (secure attachment),
  • Membangun rasa percaya diri anak dalam berekspresi,
  • Memperkuat komunikasi keluarga. 

Kreativitas buah hati ini jangan dibatasi atau dilarang, selagi hal ini tidak membahayakan dirinya. Jangan malu atau marah jika dinding rumah menjadi kotor penuh coretan atau ruangan yang berantakan karena mainan berserakan. Namun, hal ini bisa diantisipasi dengan bijak. Berikut tips penting bagi orang tua yang saat rumah penuh coretan:

  1. Alihkan tanpa mematikan kreativitas:
    Sediakan "tembok khusus" atau papan tulis besar yang boleh dicorat-coret sesuka hati. Ini memberi anak ruang eksplorasi tanpa merusak area lain.

  2. Sediakan alat ekspresi yang aman:
    Seperti krayon non-toxic, spidol yang bisa dicuci, atau cat air khusus anak. Semakin banyak pilihan, semakin besar kemungkinan anak menuangkan ide-ide hebat.

  3. Ajak anak bicara tentang karyanya:
    Tanyakan, "Itu gambar apa ya?" atau "Wah, kamu bikin cerita apa di sini?" Ini membantu anak belajar bercerita dan melatih berpikir logis.

  4. Fokus pada proses, bukan hasil:
    Tak semua coretan harus "bagus" atau bermakna. Tapi proses mencoret itu sendiri adalah proses neurologis penting yang memperkuat koneksi otak. Jadi biarkan saja anak mencoret sesuai imajinasinya.

  5. Dokumentasikan dan rayakan:
    Sesekali ambil foto dinding-dinding penuh coretan. Suatu saat nanti, itu akan jadi harta karun kenangan yang tak ternilai. Ketika anak sudah remaja atau dewasa, ini akan menjadi cerita hangat bersama keluarga.

Sebagai penutup, kadang mungkin kita lupa bahwa anak-anak tidak hanya tumbuh dari makanan bergizi dan pendidikan yang baik. Mereka juga tumbuh dari ruang yang membebaskan, perhatian yang hangat, dan izin untuk kotor dan untuk salah.

Rumah dengan dinding penuh coretan bukanlah rumah yang semrawut - melainkan laboratorium kreatif dan ruang ekspresi untuk tumbuh kembang anak. Coretan ini membawa manfaat besar: meningkatkan motorik, memperkuat ikatan emosional, dan membentuk anak yang percaya diri dan penuh kreativitas. 

Jadi jika suatu hari kamu merasa rumahmu terlalu penuh coretan...
Ingatlah bahwa itu bukan tanda rumah yang kotor. Tapi tanda rumah yang hidup.

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun