Di tengah terik matahari, jutaan karyawan swasta, buruh, hingga pedagang kecil berjuang demi sesuap nasi. Setiap bulan, dengan ikhlas atau terpaksa, mereka menyisihkan sebagian penghasilannya untuk negara dalam bentuk pajak. Angka yang tertera di slip gaji sebagai PPh Pasal 21 adalah bukti nyata kontribusi mereka membangun negeri.
Namun, di gedung-gedung megah ber-AC, sekelompok orang yang kita sebut pejabat negara justru menikmati fasilitas yang tak pernah dirasakan rakyat. Gaji mereka bukan hanya besar, tapi juga "bersih" dari potongan pajak.
Mengapa demikian? Karena pajak mereka dibayarkan oleh negara. Ya, Anda tidak salah baca. Pajak mereka, yang seharusnya menjadi kewajiban pribadi, justru dibebankan kepada uang rakyat yang dikelola lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ini bukan sekadar soal aturan, ini soal nurani dan keadilan.
Tunjangan PPh Pasal 21: Wajah Ganda Ketidakadilan
Sistem ini, yang disebut sebagai "tunjangan PPh Pasal 21", adalah dalih yang secara halus melegalkan ketidakadilan.
Di satu sisi, undang-undang mewajibkan setiap warga negara membayar pajak. Di sisi lain, negara menciptakan pengecualian yang hanya berlaku untuk segelintir pejabat. Anggota DPR, menteri, bahkan PNS senior, tidak perlu pusing memikirkan potongan pajak karena negara sudah menanggungnya.
Logika ini sungguh ironis. Kita, rakyat biasa, membanting tulang, menabung, dan rela gaji dipotong demi membayar pajak. Dari uang pajak inilah, negara kemudian membayar gaji para pejabat, dan bahkan membayar pajak para pejabat itu sendiri. Ini sama saja dengan kita menyisihkan uang untuk membiayai pengeluaran pribadi orang lain.
Membangun Bangsa dengan Semangat Pengorbanan, Bukan Privilese
Pajak adalah wujud gotong royong dan pengorbanan kolektif. Rakyat membayar pajak dengan harapan uang tersebut digunakan untuk membangun sekolah, rumah sakit, jalan, dan fasilitas publik lainnya.
Ketika pejabat tidak merasakan langsung pahitnya potongan pajak, mereka cenderung abai dan tidak peduli bagaimana uang pajak rakyat digunakan. Akuntabilitas pun menjadi lumpuh.
Sudah saatnya negara melihat hal ini sebagai masalah fundamental. Jika kita ingin membangun bangsa dengan semangat kebersamaan dan pengorbanan, maka keadilan harus ditegakkan di semua lini.
Tidak boleh ada lagi sistem yang menciptakan dua kasta: satu kasta yang membayar pajak, dan satu lagi yang dibayarkan pajaknya.
Hapus Tunjangan PPh Pasal 21 Sekarang!
Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk mengembalikan keadilan adalah dengan menghapus total tunjangan PPh Pasal 21. Biarkan para pejabat negara membayar pajak dari gaji mereka sendiri, sama seperti rakyat biasa.
Jika mereka memang mengabdi untuk rakyat, tidak seharusnya mereka meminta privilese yang justru membebani rakyat. Kebijakan ini harus dihapus, bukan hanya demi transparansi, tetapi demi mengembalikan kepercayaan publik dan menegakkan prinsip keadilan yang sejati. Sudah saatnya pejabat merasakan apa yang rakyat rasakan.
Dan jika negara masih bersikukuh mempertahankan tunjangan PPh bagi para pejabat, maka demi keadilan yang setara, bebaskan saja seluruh rakyat Indonesia dari kewajiban membayar Pajak Penghasilan!***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI