"Lukisan ini indah sekali, Nak," timpal si wanita senior. "Siapa nama kamu?"
"Sasha," jawab Sasha, sedikit terkejut dengan kehangatan yang mereka pancarkan. "Terima kasih."
"Kami Jane dan Daniel," kata wanita itu. "Kami menginap di vila sebelah."
Mereka berdua duduk di samping Sasha. Sasha, yang biasanya tertutup, entah mengapa merasa nyaman dengan kehadiran mereka. Ia mulai bercerita. Ia menceritakan tentang perasaannya yang hancur, tentang pria yang ia anggap berkhianat dan teman yang ia kira peduli, tentang lukisan "Terperangkap dalam Kemewahan" dan bagaimana ia merasa seperti itu.
"Nak," kata Daniel, menatap Sasha dengan bijaksana. "Seorang seniman hebat tidak hanya melukis apa yang ia lihat, tetapi juga apa yang ia rasakan. Tapi, kamu tidak bisa membiarkan amarah dan ketakutan mengendalikan kuasmu. Kamu harus mencari kebenaran, bukan hanya dari kata-kata orang lain, tetapi dari hatimu sendiri."
"Bagaimana aku tahu mana yang benar?" tanya Sasha, suaranya serak. "Aku sudah terlalu banyak dikhianati."
"Masa lalu tidak bisa menjadi alasan untuk lari dari masa depan," timpal Jane lembut. "Dengarkan hatimu. Luka itu ada untuk memberimu pelajaran, bukan untuk mengikatmu. Dengarkan apa yang dikatakan hatimu tentang pria itu. Apakah ia benar-benar seburuk yang orang-orang katakan?"
Sasha terdiam, ia memikirkan Darius. Ia memikirkan bagaimana Darius memberinya ruang, bagaimana ia datang mencarinya. Hatinya mulai meyakini ada yang salah, namun pikirannya masih diselimuti keraguan.
"Nak," lanjut Daniel, seolah membaca pikirannya. "Jangan biarkan orang lain menulis ceritamu. Kamu adalah satu-satunya penulis. Sebelum kamu menghakimi seseorang, konfirmasi langsung. Pergi dan cari tahu sendiri. Kami yakin kamu bisa."
Kata-kata itu bagai pencerahan. Sasha menyadari ia telah menghakimi Darius tanpa memberinya kesempatan. Ia merasa malu pada dirinya sendiri. Ia berterima kasih pada pasangan senior itu, dan merasa harus segera pulang.
Sasha menyalakan ponselnya. Ratusan notifikasi masuk. Ia melihat panggilan tak terjawab dari Darius, pesan-pesan yang tak terbaca, dan di antara semua itu, sebuah pesan dari Bu Anisa, pemilik galerinya. Sasha, lihat berita sekarang! Ini bukan yang kamu pikirkan!