Bagian 5: Api Baru di Tengah Badai
Dengan uang warisan yang tak seberapa, Ayla menyewa sebuah kontrakan kecil. Ia melihat ke sekeliling, dan matanya tertuju pada dapur kecil di sudut ruangan. Aroma makanan yang dulu selalu menjadi penenang baginya kini kembali membangkitkan semangat. Ayla memutuskan untuk memulai bisnis katering kecil-kecilan.
Ia menghabiskan siang dan malam di dapur, mencoba resep-resep baru, memasak dengan sepenuh hati, dan mengantarkan sendiri kateringnya ke perusahaan-perusahaan. Sebagian besar menolak, melihat usahanya yang masih sangat kecil. Namun, Ayla tidak menyerah. Ia mencoba menghubungi rekan-rekan kerja suaminya dulu.
"Pak, saya Ayla. Istri mendiang Bapak Yudhistira. Saya sekarang punya usaha katering. Mungkin Bapak mau mencoba? Rasanya enak, Pak," Ayla mencoba meyakinkan seorang pengusaha di seberang telepon.
"Ayla? Istrinya Yudhistira yang dituduh membunuh itu? Maaf, saya tidak bisa menerima katering dari Anda. Reputasi perusahaan saya bisa hancur," jawab pengusaha itu, suaranya terdengar jijik.
Ayla menutup teleponnya dengan lesu. Ia merasa dunianya seolah-olah menolaknya. Namun, ia tidak berhenti. Suatu hari, ia menelepon seorang pengusaha muda, rekan kerja suaminya yang dulu pernah ia temui. Namanya Rendy. Usianya sekitar 35 tahun, belum menikah, dan dikenal sangat cerdas.
"Halo, Pak Rendy. Saya Ayla."
"Ayla? Istrinya Pak Yudhistira? Ada apa?" Suara Rendy terdengar ramah.
Ayla menjelaskan tujuannya. Rendy diam sejenak, lalu terdengar tawanya yang ringan. "Baik, Ayla. Saya akan pesan katering dari kamu. Besok, kirimkan menu dan harganya ke kantor saya. Saya penasaran dengan masakanmu."
Katering Ayla mulai mendapat pesanan. Tidak banyak, tapi cukup untuk membuat Ayla bersemangat. Ia bekerja keras, dari pagi hingga malam, memastikan setiap hidangan yang ia buat sempurna. Rendy menjadi pelanggan setianya. Setiap minggu, ia memesan katering untuk perusahaannya.
Terkadang, Rendy datang sendiri ke tempat katering Ayla. "Masakan kamu enak sekali, Ayla. Saya sampai heran, bagaimana bisa kamu memasak seperti ini?"
Ayla hanya tersenyum. "Terima kasih, Pak."
"Jangan panggil saya Pak. Panggil saja Rendy. Kita kan seumuran," ujar Rendy dengan nada bercanda.
Ayla hanya tertawa kecil. Seiring berjalannya waktu, usaha kateringnya mulai berkembang. Namun, ia tidak sadar, perhatian Rendy bukan lagi sekadar perhatian seorang pelanggan. Perhatian itu perlahan-lahan berubah menjadi perasaan.
Ayla kembali diuji. Akankah ia membuka hatinya untuk Rendy? Atau akankah ia tetap menutup hatinya, belajar dari semua luka yang sudah ia lewati?
Kisah ini akan terus berlanjut. Apa yang akan terjadi dengan Ayla dan Rendy? Dan mengapa Rendy begitu peduli pada Ayla? Kita akan melihatnya di episode selanjutnya.
Tentu. Mari kita lanjutkan kisah Ayla dengan alur yang lebih mendalam, dialog yang luwes, dan pengembangan karakter yang terus berjalan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI