Rama menatap foto itu, matanya melebar. Wajahnya seketika berubah pucat, semua warna seolah terkuras dari wajahnya. Ia terdiam, kaku, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Ekspresinya menunjukkan rasa bersalah yang teramat dalam, seolah ia baru saja tertangkap basah dengan sebuah rahasia besar yang telah lama ia pendam. Ia menutup pintu ruangannya, mengajak Senja masuk, menutup rapat dunia luar dari mereka.
"Duduk, Senja," perintah Rama, suaranya berat, nyaris berbisik. Ia menarik napas dalam-dalam, menghela napas panjang, seolah mengumpulkan setiap sisa keberaniannya. Ia menatap Senja dengan tatapan yang penuh penyesalan, matanya berkaca-kaca.
"Aku... aku harus jujur padamu, Senja." Rama memulai, suaranya serak. Ia menunduk, tak sanggup menatap mata Senja yang menuntut jawaban. "Wanita di foto itu... dia ibuku. Ibu kandung kita." Rama mengangkat kepalanya, menatap Senja dengan mata merah. "Dan pria ini... dia adalah ayahku. Ayah kandungku."
Dunia Senja runtuh saat itu juga. Sebuah pukulan telak yang menghantam jiwanya hingga ke dasar. Rama adalah kakaknya, putra dari ibunya, dari hubungan terlarang. Air matanya tak terbendung, mengalir deras di pipinya.
Rama melanjutkan ceritanya, suaranya bergetar menahan tangis. "Ayah kandungku... dulu dia sudah punya istri. Tapi istrinya tidak bisa punya anak laki-laki. Jadi dia... dia menjalin hubungan dengan ibumu. Ibuku... dia menginginkan keluarga, dan dia percaya akan dinikahi. Dia hamil, melahirkanku." Rama terdiam, seolah kembali ke masa lalu yang menyakitkan. "Tapi kemudian istri pertama ayahku mengetahui semuanya. Ibuku diusir, dan aku... aku diasuh sebagai anaknya oleh ayahku dan istri sahnya. Ibuku... dia pergi. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya setelah itu, selama setahun penuh."
Rama mengangkat kepalanya, menatap Senja dengan mata merah dan penuh penyesalan. "Sekitar satu tahun kemudian, ibuku bertemu ayahmu, Senja. Ayahmu yang sedang sakit itu. Ayahmu... ayahmu menerimanya apa adanya. Mereka menikah. Lalu lahirlah kamu... dan Jingga." Rama menarik napas dalam. "Ibuku tidak pernah memberitahuku bahwa aku punya adik. Dia ingin melindungimu dari masa lalu yang kelam ini, dari aib keluarganya. Aku... aku baru tahu kamu ada saat aku mencari informasi tentang ibuku setelah dia meninggal. Aku melihat fotomu bersama ibuku, dan kemiripanmu denganku, juga dengan ibuku, membuatku penasaran. Aku mulai mencari tahu, sampai akhirnya aku tahu tentang dirimu. Aku tahu kamu ada, adikku."
"Aku mendekatimu, Senja, bukan karena... bukan karena perasaan romantis seperti dulu," kata Rama, suaranya penuh ketulusan yang putus asa. "Aku mendekatimu karena aku ingin menebus dosa. Menebus kesalahan ayahku yang telah menyakiti ibuku, dan ingin membantu adikku. Kamu. Ini cara aku menebus dosa. Aku ingin memastikan kamu dan keluargamu baik-baik saja. Aku ingin menjadi kakak yang baik bagimu, Senja. Aku bersumpah, ini tulus."
Ruangan terasa sesak oleh pengakuan itu. Senja merasakan pening yang luar biasa. Antara marah, bingung, dan mencoba memahami niat Rama. Hatinya tercabik-cabik. Ia memiliki kakak kandung seibu, dari ibunya. Ini semua terlalu banyak. Konflik batin yang luar biasa muncul, berputar-putar di kepalanya. Kakak kandung? Dia adalah Rama, kakak kelasnya yang kini menawarkan masa depan cemerlang, dan sekaligus... saudaranya. Kenyataan ini mengubah segalanya.
Identitas Rama yang sesungguhnya telah terkuak, menciptakan dilema baru bagi Senja. Bagaimana ia akan menerima kenyataan ini, yang menghancurkan sebagian dari identitasnya? Dan bagaimana hal ini akan memengaruhi hubungannya dengan Awan, yang jauh di Jakarta, tidak tahu apa-apa tentang badai yang baru saja menerpa Senja?
Senja di Ujung Pelangi Tayang setiap hari 3 Episode
Total 10 Episode