Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Senja di Ujung Pelangi (Ep. 7/10)

13 Juni 2025   17:06 Diperbarui: 13 Juni 2025   17:06 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Senja di Ujung Pelangi

Senja menelepon Bibi Nina di kampung, berpura-pura menanyakan kabar biasa, lalu perlahan mengarah ke topik lama.

"Bibi, aku mau tanya deh... Dulu, Mama sebelum ketemu Papa, pernah dekat sama laki-laki lain nggak?" Senja bertanya hati-hati, suaranya berusaha senormal mungkin.

Terdengar Bibi Nina terdiam sejenak. Suara napasnya agak memburu dari seberang. "Ehm, kenapa tiba-tiba nanya gitu, Nduk? Itu kan sudah lama sekali. Dulu Ibumu memang pernah dekat sama seorang pengusaha, ya... dia sudah punya istri. Mereka nggak bisa bersama. Terus Ibumu pergi, menghilang sementara. Bibi juga nggak tahu kemana." Suara Bibi Nina terdengar ragu, seolah menyembunyikan sesuatu yang besar.

"Oh, gitu ya, Bi. Terus... Mama pernah punya anak dari laki-laki itu?" Senja langsung ke intinya, dadanya berdebar tak karuan. Ia tahu ia sudah menekan tombol yang salah.

Hening. Kali ini keheningan Bibi Nina jauh lebih lama dan terasa berat. Terdengar suara isakan kecil dari seberang telepon. "Astaga, Senja... dari mana kamu dengar cerita begitu? Itu kan... itu sudah lama sekali, Nduk. Biarlah itu jadi masa lalu. Ibumu sudah berkorban banyak untuk menutupi semua ini."

"Berarti benar, Bi?" Senja mendesak, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Bibi tahu Rama Wijaya?"

Terdengar suara napas tercekik dari seberang telepon. "Rama... Rama Wijaya? Jadi dia... dia yang kamu maksud? Nduk, lupakan saja semua itu! Jangan cari tahu lagi! Itu masa lalu yang pahit. Ibumu... Ibumu sangat menderita karena itu." Bibi Nina tiba-tiba memutuskan sambungan.

Senja menutup telepon. Ia tidak perlu lagi bukti. Kebenaran itu kini terang benderang di hadapannya, menghantamnya seperti gelombang besar. Rama Wijaya... adalah kakak kandungnya seibu. Putra dari ibunya, dari hubungan terlarang dengan pria lain. Pria di foto itu... adalah ayah kandung Rama. Kepala Senja pusing, dunia seolah berputar. Ini jauh lebih rumit, lebih menyakitkan dari yang ia bayangkan. Semua kerahasiaan, semua perhatian Rama, kini punya makna yang jauh lebih dalam, dan lebih menyakitkan.

Dengan keberanian yang entah datang dari mana, Senja menunggu Rama selesai meeting. Ia berdiri di depan pintu ruang kerja Rama, gemetar. Saat Rama keluar, wajahnya tersenyum, namun senyum itu langsung memudar melihat ekspresi Senja yang pucat pasi dan mata yang berkaca-kaca.

"Senja? Ada apa? Kamu sakit?" Rama bertanya, mendekat dengan raut khawatir. Ia melihat ketegangan di tubuh Senja.

Senja tidak menjawab. Ia hanya mengeluarkan foto polaroid itu dari sakunya, menunjukkannya pada Rama. Tangannya gemetar tak terkendali. "Siapa... siapa wanita ini, Rama? Dan pria ini... ini siapa?" Suaranya bergetar, penuh tuduhan, namun juga putus asa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun