"Physical activity is a valuable investment in health, yet the quality of the air we breathe shapes the extent of its benefits."
Olahraga dikenal sebagai salah satu cara terbaik menjaga kesehatan. Dengan bergerak, tubuh kita memproduksi energi, memperkuat jantung, paru-paru, dan otot, sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh. Namun, bagaimana jika olahraga dilakukan di lingkungan dengan polusi udara tinggi? Apakah manfaatnya tetap sama?
Polusi udara, terutama partikel halus seperti PM2.5, dapat masuk ke dalam paru-paru dan aliran darah. Zat ini memicu stres oksidatif dan peradangan yang berhubungan dengan penyakit jantung, gangguan pernapasan, hingga diabetes. Sementara itu, olahraga juga memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS), tetapi dalam jumlah yang terkendali. Justru, ROS dari olahraga membantu tubuh beradaptasi: meningkatkan fungsi mitokondria, memperkuat sistem antioksidan, dan membuat kita lebih tahan terhadap penyakit.
Masalahnya, ketika olahraga dilakukan di udara yang tercemar, tubuh menerima "dua sinyal" sekaligus: sinyal sehat dari olahraga dan sinyal merusak dari polusi. Hasil akhirnya bisa berbeda-beda, tergantung tingkat polusi, intensitas olahraga, serta kondisi individu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa polusi dapat mengurangi, bahkan menghilangkan, manfaat olahraga bagi kesehatan jantung dan paru.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
- Pilih waktu olahraga saat polusi lebih rendah, misalnya pagi hari setelah hujan.
- Gunakan masker khusus (seperti N95) jika berolahraga di luar ruangan.
- Pertimbangkan olahraga dalam ruangan dengan ventilasi baik.
Kesimpulannya, olahraga tetap penting, tetapi bijaklah memilih tempat dan waktu. Dengan strategi yang tepat, kita bisa tetap aktif tanpa mengorbankan kesehatan akibat polusi udara.
Referensi:
Jeria-Espinoza, V., Henriquez-Olguin, C., Opazo-Diaz, E., & Marchini, T. (2025). Redox biology at the intersection of physical activity and air pollution: Mechanisms, consequences, and complexity. Free Radical Biology and Medicine. Advance online publication. https://doi.org/10.1016/j.freeradbiomed.2025.09.047
Disclaimer: Tulisan ini dibuat dengan bantuan tools kecerdasan buatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI