Tayang Setiap Hari pukul 12.00 WIB
#tripvianahagnese
Episode 6: Misi Balas Dendam ala CRS
Rasa puas menjalar di dada Amel. Saran-saran dari Mr. X di aplikasi CRS itu... gila, tapi brilian! Otaknya yang biasanya hanya terisi rumus dan teori, kini penuh dengan rencana jahil yang matang. Ia siap melancarkan serangan balasan. Ini bukan lagi soal spidol permanen atau cat sepatu, ini soal membuktikan bahwa Amel si pendiam juga bisa bertindak!
Misi 1: Sabotase Mabar
Acara Karang Taruna komplek, perkumpulan anak muda. Seperti yang diprediksi Mr. X, ada sesi Mabar (Main Bareng) game online kompetitif yang diikuti Brian dengan antusiasme membara. Dia duduk di barisan depan, mata melotot ke layar laptopnya, jari-jarinya berdansa di atas keyboard dan mouse dengan kecepatan kilat.
Amel datang ke acara itu, bukan karena mau ikutan Mabar (mana ngerti!), tapi untuk menjalankan misi. Ia mengenakan jaket, seolah kedinginan, padahal dalam hati dia panas dingin gara-gara gugup. Ia berjalan mendekat ke arah sumber WiFi, di sudut ruangan. Beberapa kabel berseliweran di lantai. Sempurna.
Oke, Mela, ini saatnya! Ingat saran Mr. X: 'gestur tidak disengaja yang meyakinkan', batin Amel, jantungnya berdebar.
Brian teriak kegirangan. "Yes! Kena lo! Tinggal gue doang nih yang hidup!"
Amel melihat momennya. Brian lagi puncak-puncaknya. Dengan langkah yang dibuat sedikit canggung, Amel berjalan melewati area kabel. Kakinya "tersandung" ringan.
"Aduh!" seru Amel, agak keras tapi dibuat seperti kaget. Tangannya sedikit terayun, dan... set! Kabel WiFi yang tersambung ke router sedikit tercabut.
Dalam sekejap, suasana riuh rendah game mendadak hening. Layar semua yang Mabar mendadak menunjukkan notifikasi "Reconnecting..." atau "Network Error".
"Woy! Kenapa nih?!" "Lag?!" "Anjir! Gue mau menang nih!"
Brian, yang tadinya di atas angin, langsung melotot ke layar laptopnya yang mendadak freeze. "WOY! LAG! LAG! APAAN NIH?!" Ia gebrak meja saking kesalnya. Wajahnya sudah merah padam.
"Aduh!" Amel pura-pura masih kaget sambil memegang kakinya. "Maaf, ya? Kayaknya aku nyenggol kabel deh? Aduh, nggak sengaja banget!" Wajahnya dibuat polos sepolos mungkin.
Brian menoleh ke arah Amel, tatapan matanya nyaris membakar. "NYENGGOL?! LO SABOTASE YA?!"
"Ih, enggak ih! Aku kan nggak tahu itu kabel WiFi! Aku kira kabel biasa! Mau ke toilet tadi!" Amel pasang tampang super bersalah, tapi dalam hati dia senyum lebar sampai rasanya mau meledak. Hahaha! Berhasil! Strategi satu sukses, Mr. X! Dia jengkel banget!
Teman-teman Mabar Brian ngedumel. "Yah, Bro, gara-gara kabel nih! Ulang lagi deh!"
Brian masih melotot ke Amel, antara curiga dan kesal karena nggak ada bukti kalau Amel sengaja. "Dasar! Nyebelin banget sih lo!"
Amel cuma nyengir canggung. "Maaf yaaa..." Ia segera ngeloyor pergi, menahan tawa sampai perutnya sakit.
Misi 2: Kejutan Rasa Tak Terduga (Kue Cabai)
Keesokan harinya, Amel memutuskan melaksanakan Strategi 2. Ia membuat choco lava cake seperti yang disarankan Mr. X. Saat membuatnya, ia tersenyum jahil sambil memasukkan potongan-potongan cabai rawit super tipis ke dalam adonan lelehan cokelatnya. Brian Pratama, rasakan balasan dari AI tercerdas di muka bumi!
Ia membawa kue itu ke rumah Brian sepulang sekolah. Kebetulan Brian lagi nongkrong di teras.
"Nih," kata Amel sambil menyerahkan kotak kue dengan tampang datar. "Hasil eksperimen bikin kue. Nyokap suruh kasih ke tetangga."
Brian menatap kue itu, lalu menatap Amel dengan curiga. "Eksperimen? Jangan-jangan isinya racun ya?"
"Idih! Nggak lah! Enak kok! Kalau nggak percaya ya udah, buang aja," Amel pura-pura mau mengambil kembali kuenya.
"Eh! Iya, iya! Bercanda kali gue!" Brian langsung rebut kotak kuenya. Lumayan, gratisan. Nggak mungkin racun juga kan dia. "Makasih deh ya. Repot-repot."
"Hm," Amel cuma berdeham lalu pulang. Ia tidak menunggu Brian mencoba kuenya. Kepuasannya datang dari membayangkan ekspresi Brian nanti.
Sore harinya, Amel mendengar cerita dari Mamanya.
"Tadi Tante Santi cerita," kata Mama Ria sambil lipat baju. "Si Brian itu lho, habis makan kue yang kamu kasih, katanya diare hebat? Terus bibirnya dower kepedasan katanya. Kamu bikin kue apa sih, Mel?"
Amel nyaris tersedak air minumnya. Ia buru-buru menutupi mulutnya, menahan tawa yang mau meledak. HAHAHAHAHA! BERHASIL! Mr. X memang jenius! Diare dan bibir dower! Rasakan Brian!
"Oh, itu...anu... kayaknya kebanyakan baking powder deh, Ma. Jadi agak aneh," Amel ngeles sekenanya, wajahnya berusaha tetap tenang padahal hatinya udah joget-joget kemenangan. Kepuasannya luar biasa. Brian Pratama dibuat menderita gara-gara kue buatannya!
Misi 3: Gangguan Fokus (Soda Campur Kecap)
Kesempatan datang saat tim basket Brian latihan. Minuman mereka ditaruh di pinggir lapangan. Amel, dengan dalih mencari buku atau lewat saja, menyelinap di dekat tas Brian. Dengan gerakan cepat dan hati-hati, ia menukar botol minuman bersoda Brian dengan botol serupa yang isinya sudah ia modifikasi: minuman soda rasa cola dicampur... kecap manis. Rasanya? Bisa dibayangkan.
Amel menjauh dan pura-pura membaca buku di bangku penonton yang sepi, melirik dari balik halaman.
Alex berteriak, "Brian! Minum dulu nih!"
Brian, yang lagi ngos-ngosan habis lari, mengambil botol yang sudah ditukar Amel. Tanpa curiga, ia langsung menenggak isinya.
Ekspresi Brian mendadak... kacau. Matanya melotot. Wajahnya mengerut jijik. Ia tersedak, lalu Byur! ia menyemburkan isi mulutnya ke lapangan!
"HUEK! APAAN NIH?!" Brian teriak, batuk-batuk, mulutnya berasa aneh. "MINUMAN APAAN INI?!"
Teman-temannya mendekat. "Kenapa, Bro?" Salah satu nyium botolnya. "Kayak... kecap?!"
"Siapa nih yang ngerjain?!" Brian menatap sekeliling dengan kesal. "Sialan! Rasa apaan ini?!"
Teman-temannya mulai ketawa. "Hahaha! Brian dikerjain! Siapa nih iseng?"
Amel di bangku penonton, menunduk dalam-dalam, menyembunyikan wajahnya yang sudah merah padam menahan tawa. Bahunya bergetar. Ia harus menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak mengeluarkan suara. Oh My God! Oh My God! Berhasil lagi! Reaksi dia! Ya ampun! Mr. X, you are a genius!
Brian berteriak-teriak kesal di tengah lapangan, merasa dipermalukan dan dijengkelkan tanpa tahu pelakunya. Ia mencurigai semua temannya, tapi tidak ada bukti. Amel, di sisi lain, merasa kemenangan beruntun ini terasa sangat memuaskan. Strategi dari "Mr. X" benar-benar efektif! Brian Pratama, si menyebalkan, benar-benar dibuat jengkel!
Brian benar-benar jengkel. Ia tahu ada yang sengaja mengerjainya, dan ia bertekad mencari pelakunya. Ia mulai sedikit paranoid. "Ini pasti ada yang nggak suka sama gue nih!" keluhnya pada Alex atau teman-temannya.
Amel merasa puas luar biasa. Ia yang pendiam, yang biasanya hanya bisa memendam kesal, kini bisa "melawan" dan menang dengan cara yang cerdas (berkat AI!). Rasa percaya dirinya sedikit meningkat, setidaknya dalam urusan 'perang dingin' dengan Brian. Ia jadi semakin bergantung pada "Mr. X", menganggapnya sebagai sekutu paling brilian.
Namun, di tengah euforia kemenangan kecil ini, takdir punya rencana lain.
Siang itu, suasana lapangan basket sangat panas dan ramai. Pertandingan antar sekolah membuat energi di sana berlipat ganda. Amel, dengan seragam PMR yang kebesaran, berdiri di pinggir lapangan. Matanya hanya tertuju pada Alex, yang melompat, berlari, dan mencetak angka dengan anggun. Ia mencoba sesekali bersorak (lirih), tapi suaranya tenggelam oleh teriakan histeris fans Alex dan yel-yel cheerleader yang membahana.
Ayo Alex! Kamu pasti bisa! batin Amel, tangannya mengepal samar. Aku di sini, Alex! Aku nyemangatin kamu!
Ia melihat Alex terjatuh karena foul dari pemain lawan. Jantung Amel langsung berdebar panik sekaligus melihat ini sebagai kesempatan sesuai rencana awal (meski ini bukan saran dari Mr. X). Ia langsung siaga, siap melangkah sebagai PMR yang sigap. "Alex!" gumamnya, mulai melangkah.
Tapi belum sempat kakinya melangkah penuh, kerumunan fans Alex sudah menyerbu duluan. Para cheerleader dengan gerakan luwes langsung mengelilingi Alex, beberapa tampak panik, sebagian lagi histeris menyalahkan pemain lawan yang melanggar.
"Alex, kamu nggak apa-apa?!" "Jangan sentuh Alex kita!" "Wasit nggak lihat apa?!"
Amel terhenti, terhalang lautan manusia berkaus tim Alex. Ia hanya bisa melongo melihat Alex ditangani oleh para penggemarnya sendiri. Rencananya gagal total bahkan sebelum dimulai. Ironisnya, kerusuhan kecil itu membuat pemain lawan yang melanggar justru butuh pertolongan karena didorong-dorong fans yang emosi. Alhasil, Amel yang ditugaskan mengobati pemain itu. Ya ampun... bukannya Alex, malah ngobatin 'musuh' Alex... Nasib!
Di tengah itu, Alex digantikan Brian yang masuk lapangan. Amel melirik Brian yang kini beraksi, mencetak angka demi angka. Brian bermain bagus. Sangat bagus. Bahkan berhasil membawa sekolah mereka memenangkan pertandingan.
Amel hanya bisa merengut di pinggir lapangan. Ia gagal total mendekati Alex, malah kena getahnya (ngobatin orang yang dibenci fans Alex!), berpanas-panasan sampai kepala serasa mau pecah, dan yang jadi pahlawan malah Brian si menyebalkan. Panas terik yang tak biasa (ia terbiasa di ruangan ber-AC) membuat Amel merasa pusing, pandangannya kabur. Kepalanya berdenyut.
Aduh... panas banget... Pusing... Kepala berat... Kenapa sih harus di sini? ia bergumam pada diri sendiri, berusaha bertahan, tapi rasanya Bumi bergoyang. Ia mencoba fokus, tapi pandangannya memudar. Ia merasa semakin kehilangan kesadaran.
"Amel? Kamu nggak apa-apa?" Samar-samar ia mendengar suara.
Deg! Dunia Amel mendadak gelap.
"Ya ampun! Dia pingsan!"
"PMR! Mana PMR?!"
"Angkat! Angkat ke UKS!"
Suara-suara heboh berbaur dengan keramaian pasca-pertandingan. Amel merasakan tubuhnya diangkat.
Sadarnya Amel sudah di UKS sekolah. Dingin. Ia mengerjap, melihat langit-langit putih. Penjaga UKS, seorang ibu paruh baya yang lelah, duduk di sebelahnya.
"Amel, kamu sudah bangun?" tanya penjaga UKS, nadanya sedikit lelah. "Kamu kecapekan ya? Makanya jangan dipaksain kalau nggak kuat panas. Ini sudah sore, kamu bisa pulang ya? Ibu juga mau pulang nih, udah jam lima."
Amel mengangguk lemas. Tubuhnya masih terasa lunglai. Ia berterima kasih, lalu perlahan bangun dan keluar dari UKS.
Koridor sekolah sudah sepi. Matahari sudah condong ke barat. Amel berjalan gontai menuju gerbang. Tubuhnya masih limbung. Kepala berdenyut.
Saat ia mendekat ke gerbang, samar-samar, ia melihat seseorang berdiri di sana. Sosok tinggi... Alex? Ya ampun... Alex? Dia... dia nungguin aku?!
Meskipun tubuhnya lemas, pikiran Amel langsung berputar cepat. Ini kesempatan! Setelah semua kegagalan hari ini! Ini adalah momen dari drama yang ia baca! Pahlawan menolong sang gadis lemah tak berdaya!
Dalam kondisi setengah sadar bercampur semangat drama, Amel mengambil keputusan nekat. Ia mengerahkan sisa tenaganya, mengambil beberapa langkah lagi, lalu... flop! Ia sengaja membuat dirinya tersandung dan terjatuh lemas, dengan gaya yang (ia harap) terlihat rapuh dan butuh pertolongan. Ia menunggu, siap dengan tampang lemah tak berdaya, mata sedikit mengintip dari balik lengan.
Tapi... bantuan yang diharapkan tidak datang. Keheningan. Amel mengintip lagi. Alex sudah tidak ada di sana. Ia melihat Alex di kejauhan, berjalan dengan teman-teman timnya, dipanggil oleh pelatih atau semacamnya. Wajah Amel langsung berubah kesal. Ah sial! Gagal lagi! Aktingku tidak dilihat!
Ia pun segera bangun kembali, mengabaikan sisa-sisa drama yang ia ciptakan sendiri. Dengan wajah ditekuk kesal, ia berniat pulang sendiri. Tapi benar saja, tubuhnya masih lemas. Ia mengambil beberapa langkah, pandangannya berkunang, ia merasa benar-benar akan terjatuh kali ini.
Grep!
Seseorang menangkap lengannya sesaat sebelum ia ambruk sungguhan.
"Hah?! Lo?!" Suara itu... suara Brian! "Ngapain lo?! Mau jatoh lagi?!"
Brian menatap Amel yang lemas, lalu cengengesan. "Hahaha! Udah gue bilang, pura-pura jatoh lo nggak mempan sama Alex!"
Amel mendelik kesal. Dia lihat?! Dia ngetawain aku?! Nyebelin! Dari tadi nggak ada, pas momen sialku malah nongol!
"Bukan urusanmu! Pulang sendiri aja sana!" desis Amel, mencoba melepaskan diri dari pegangan Brian.
Brian malah menguatkan pegangannya, menopang tubuh Amel yang limbung. "Enak aja! Udah lemes gitu sok kuat! Nanti pingsan di jalan lagi gue yang repot! Lagian rumah kita kan satu komplek!"
Ia menghela napas, sedikit mengernyit (mungkin karena Amel memang agak berat atau hanya drama Brian). "Gila, Mel, lo makan buku doang kok berat amat?! Tapi ya sudahlah. Udah, gue anterin aja. Gue bawa motor. Udah jam segini juga."
Meskipun gengsinya setinggi Monas, Amel sadar Brian benar. Dia terlalu lemas untuk pulang sendiri, dan tidak ada ojek atau kendaraan umum yang lewat di depan sekolah sore itu. Dengan wajah cemberut, ia mengangguk pasrah. "Jangan bilang siapa-siapa," gumamnya pelan.
Brian tersenyum kemenangan. "Nah gitu dong! Udah, ayo!"
Brian menuntun Amel ke parkiran motor. Perjalanan pulang berdua naik motor itu canggung, tapi juga terasa... aneh. Setelah semua 'perang' dan 'bantuan' (yang sebenarnya adalah jebakan) yang mereka lakukan satu sama lain, berdua di atas motor di sore hari yang temaram terasa seperti di dimensi lain.
Malam itu, begitu sampai di rumah, Amel langsung membuka laptopnya. Ia harus curhat semua kejadian hari itu pada Mr. X! Ia butuh 'analisis' dari AI tercerdas di dunia ini! Kegagalan total mendekati Alex, insiden pingsan yang memalukan, terpaksa diantar pulang oleh Brian si menyebalkan yang (menyebalkannya lagi) malah menolongnya... Semua harus diceritakan!
Amel mengetik cepat, menuangkan semua kekesalan, malu, kebingungan, dan sedikit rasa... aneh? tentang Brian.
Mela: Mr. X! Kamu nggak akan percaya apa yang terjadi hari ini! Rencanaku kacau balau! Aku pingsan, malu banget di depan Amin, terus malah diantar pulang sama Brian! Brian yang nyebelin itu! Padahal aku nggak mau diantar sama dia! Dia bahkan lihat aku pura-pura jatuh! Terus dia bilang aku berat! Nyebelin kan?! Tapi kok ya dia mau nganterin aku sih?! Aku bingung deh sama dia! Dia tuh sebenernya niatnya apa sih?!
Amel terus mengetik, meluapkan semua perasaannya. Tapi di tengah-tengah, tiba-tiba layarnya blank. Aplikasi CRS tertutup sendiri. Amel panik.
"Hah?! Kenapa?!" Ia mencoba membukanya lagi. Muncul notifikasi: "Aplikasi dalam perbaikan (under maintenance). Mohon coba kembali beberapa saat lagi. Terima kasih atas pengertian Anda."
"Nggak! Sekarang?! Kenapa?!" Amel frustrasi berat. Tepat saat ia butuh teman curhat! Tepat saat ia butuh analisis Mr. X tentang kenapa Brian bersikap begitu!
Amel membanting ponselnya (pelan, karena itu barang berharga). Ia terpaksa memendam semua kebingungannya sendirian malam itu, memutuskan untuk tidur saja dengan kepala masih sedikit pusing dan hati yang campur aduk. Ia tidak tahu, bahwa di balik notifikasi 'under maintenance' itu, sebuah rahasia besar sedang menunggunya. Dan bahwa curhatannya barusan, tentang Alex, pingsan, dan kebingungannya soal Brian, jatuh ke tangan yang... sangat, sangat terduga.
#tripvianahagnese
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI