Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Essi Nomor 201: Lima Ribu Mulut dan Perut

29 April 2021   08:15 Diperbarui: 29 April 2021   08:21 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://christiannet.co.za/

Essi 201 -- Lima Ribu Mulut dan Perut
Tri Budhi Sastrio
 
Banyak yang akan mencemooh jika dalam hidup
     prinsip utamanya
Adalah hidup untuk makan, tetapi akan banyak
     anggukkan kepala
Jika motto ini berani dibalik kedudukan antara
     subyek dan obyeknya
Makan untuk hidup dapat lebih berterima karena
     kesan dan nuansa
Berubah seratus delapan puluh derajat arahnya,
     yang rendah dan hina
Eh ... tiba-tiba saja menjadi sesuatu yang tinggi
     di angkasa dan mulia.
Dan bukan itu saja, harkat dan martabat manusia
     yang elegan prima
Menjadi lebih jelas dan terjaga, makan untuk hidup,
     bukan sebaliknya.
Hanya saja ... yah, jika sempat ditelaah berlama-lama
     secara saksama,
Apalagi jika realita dan fakta yang menjadi
     satu-satunya acuan utama,
Rasanya dua hal ini tak terlalu beda, bahkan jelas
     sekali hampir sama.
Jika tak makan jelas tak hidup, jika tak hidup maka
     tak makan pastinya.
Artinya makan memang penting untuk hidup
     dan jika sudah hidup maka
Makan memang salah satu kegiatannya ...
     ha ... ha ... ha ... ini realita.

Tetapi seperti yang pernah disampaikan oleh
     Sang Nabi Utusan Sorga
Ketika iblis mencobaiNya, mengubah batu menjadi
     roti, itu yang dipinta,
Dengan penuh wibawa Sang Nabi Utusan Sorga
     mengutip catatan purba
Bahwa manusia hidup bukan dari roti saja,
     karenanya bagaimana bisa
Mengubah batu menjadi roti menjadi satu-satunya
     pertanda hal utama?
Janganlah lupa bahwa setiap sabda yang disampaikan
     yang mahakuasa
Adalah sumber hidup manusia, dan ini benar adanya
     di sepanjang masa.
Maka dari itu jelaslah bahwa makan bukan tujuan
     dalam hidup manusia,
Karena memang masih banyak tujuan lain yang
     jauh lebih asyik mulia,
Seperti umpamanya memastikan bahwa mereka
     yang papa hina dina
Dibesarkan hati dan harapannya -- dan jika memang
     itu titah yang kuasa,
Maka jalani saja dengan riang gembira, sedangkan
     yang lebih berpunya
Turun tangan membantu dalam bingkai empati
     dan kasih pada sesama.
Supaya yang hina terlunta-lunta punya harapan
     yang sudah lama sirna,
Sementara yang lebih bahagia mempunyai sarana
     jalankan titah sabda.

Konsep berpantang dan berpuasa yang diteladankan
     Sang Nabi Sorga
Yang kadang dijalankan empat puluh hari empat puluh
     malam lamanya
Juga memberi pertanda bahwa makanan itu
     bukanlah segala-galanya.
Tetapi adalah juga tidak tepat dan benar adanya
     jika ada yang berkata
Dalam hidup makanan sama sekali tak diperlukan
     jika sudah ada sabda.
Sabda memang yang terutama, tetapi sabda juga
     menunjukkan betapa
Roti dan ikan dapat menjadi sarana bagi yang
     mahakuasa lewat nabinya
Bahwa apa saja yang mustahil bagi manusia
     sama sekali tidak bagi Dia.
Makanan dapat jadi cara Nabi Sorga membuka
     mata yang kurang percaya
Saat itu ketika masa perayaan Paskah orang
     Yahudi sudah hampir tiba,
Sang Nabi Utusan Dari Sorga pergi mengajar
     ke seberang danau Galilea.
Ribuan orang mengikutiNya, sebagian karena
     memang percaya padaNya,
Sebagian lagi karena takjub dan tak habis pikir
     melihat mukjizat karyaNya.  
Selesai mengajar dan senja sudah hampir tiba,
     ibalah hatinya yang mulia
Melihat begitu banyak orang terpesona pada
     ajaran dalam kemasan cerita.
Mereka pastilah lapar dan dahaga setelah seharian
     mendengarkan sabda.
Ayo makan bersama dan Dia tahu persis apa
     yang harus dilakukannya,
Hanya saja, sekedar untuk mencoba iman
     murid-muridNya, Dia berkata
Ayo beri makan mereka semua ... tentu saja mereka
     heran tidak terkira.
Apa? Memberi makan ribuan orang ini, sementara
     senja telah hampir tiba?
Ke mana makanan harus dibeli dan kalau pun
     seandainya ada tersedia,
Lalu dengan apa mereka harus membayarnya ...
     semua uang yang ada
Jika dibelikan roti dan kemudian harus dibagi,
     paling-paling secuil roti saja
Guna mengisi mulut dan perut ribuan manusia,
i     tupun kalau rotinya tersedia.
Roti pasti tidak ada, ikan pun jelas tidak tersedia,
     yah ... mereka tidak berdaya.

Tetapi Sang Nabi Utusan Sorga tentu saja tahu apa
     yang akan dilakukanNya.
Menggunakan apa yang ada, diberiNya makan ribuan
     orang dihadapanNya.
Para murid walau heran tetapi tampaknya tidak ada
     yang berani bertanya.
Mereka hanya menjalankan tugas, membagikan
     makanan yang terus ada,
Melimpah berkecukupan untuk semua mulut dan
     perut yang ada di sana.
Dan akhirnya setelah semua mulut dan perut
     kenyang, lega, dan gembira,
Sang nabi utusan surga memberi perintah, semua
     makanan yang tersisa
Dikumpulkan saja, siapa tahu nanti masih akan ada
     dan banyak gunanya.
Lalu bagaimana dengan mereka yang sekarang
     semakin takjub terpesona,
Semakin percaya dan semakin yakin saja bahwa
     inilah Nabi Utusan Sorga,
Yang memang datang untuk menyelamatkan dan
     membebaskan mereka?
Mereka semua sekarang merasa tak hanya
     mempunyai nabi tetapi juga raja,
Raja yang akan memimpin guna merebut semua
     hak yang dulu pernah ada
Dan mengembalikan masa-masa jaya bangsa
     yang pernah bebas merdeka.

Sayangnya bukan untuk ini Sang Nabi Utusan Sorga
     datang turun ke dunia,
Dia datang guna sampaikan sabda bahwa empati
     dan kasih pada sesama
Adalah yang paling penting dan terutama guna
     dijadikan pegangan utama.
Lain urusan tentu saja bisa ditunda jika memang
     menjadi penghalangnya.
Hormat, puja bakti pada yang mahakuasa hanya
     punya makna manakala
Implementasinya berbentuk empati dan kasih pada
     sesama, dan bukannya
Persembahan bagi yang mahakuasa karena jelas
     Dia tak memerlukannya.
Semua yang ada adalah milikNya maka menjadi
     tidak masuk akal logika
Bila manusia berlomba-lomba mempersembahkan
     banyak hal pada Dia.
Ibarat kata, yang memerlukan diabaikan begitu saja,
     eh ... empunya dunia
Dipaksa-paksa menerima persembahan yang
     jelas-jelas tak diperlukanNya.
Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan
     persembahan, kataNya.
Dan yang dimaksud belas kasihan jelas sekali
     belas kasihan pada sesama,
Bukanlah belas kasihan pada Dia yang empunya
     semua yang ada di dunia.

Ajaran, sabda, dan juga cerita, sudah ada bersama
     manusia sejak lama.
Mukjizat dan semua perbuatan ajaib telah dilakukan
     setiap saat tanpa jeda.
Teladan yang nyata pun telah dilakukan sendiri
     oleh Sang Nabi Utusan Sorga.
Lalu apa lagi yang menghalangi kita semua
     laksanakan perintah nan mulia,
Memberikan empati dan kasih pada sesama ...
     bukankah sudah tidak ada?
Karenanya ayo beramai-ramai meringankan
     hati nurani, pikiran dan jiwa,
Sehingga langkah dapat diayun lebih gembira
     membantu sesama manusia.
 
Essi nomor 201 -- SDA14092012 -- 087853451949

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun