Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suara Hati Elaeis Guineensis

20 September 2023   18:42 Diperbarui: 20 September 2023   18:52 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://handokoaji.wordpress.com/

Selain pada kebaikan alam, seperti suhu udara, curah hujan, dan cahaya matahari, aku juga mengharap bantuan manusia untuk keberlangsungan hidupku dan keluargaku. Beruntung, saat ini aku menjadi anak asuh dari Pak Selong  dan Bu Tindoh. Mereka berdua adalah petani kelapa sawit yang sangat giat bekerja. Sebagai tumbuhan, aku merasa seperti anak kandung mereka. Mereka sangat khawatir jika banyak hama yang mengganggu keselamatanku.

Ya, sekalipun aku merepotkan banyak pihak agar bisa panen maksimal, tapi hasil panen tubuhku banyak manfaatnya. Ibu kalian di rumah pasti sangat suka dengan keberadaanku, apalagi jika mereka hobi masak. Minyak nabati yang dihasilkan oleh buahku bisa untuk menggoreng, namun rendah kolesterol dan tinggi kandungan karotenoidnya. Aku juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel karena sifatku yang ramah lingkungan. Industri kosmetik juga menggunakan spesiesku dalam produk-produk mereka.

Banyak negara-negara yang mengimpor kami dari Indonesia. Akhirnya banyak keluargaku yang bisa jalan-jalan keliling dunia, deh. Dengan diimpornya mereka ke banyak negara, maka nama Indonesia makin tersohor di sebagai negara nomor satu di dunia penghasil Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit atau spesiesku sendiri, he... he... he...

Keberadaan kami juga menjadi lahan rejeki bagi manusia. Banyak yang ingin bekerja di perkebunan kelapa sawit. Bahkan mereka rela jauh dari keluarga jika pun harus bekerja sampai menyeberang pulau. Pesona kelapa sawit memang menggoda sekali, ya?

Tapi hampir sebulan belakangan, aku sering kehausan. Persediaan air terbatas. Hal yang paling ditakutkan jika kami kekurangan air adalah akar kami akan cepat membusuk. Bagaimana rasanya dibuat mati secara perlahan?

"Apa kita bisa gagal panen, Pak?" sore itu kudengar Bu Tindoh bertanya pada Pak Selong saat keduanya menyemprotkan akarisida pada benih-benih calon keluargaku. Tungau Merah sudah membidik mereka, terutama karena kemarau panjang ini.

"Kemarau kali ini berbeda, Bu. El Nino menyerang semua daerah. Nggak cuma di Indonesia. Banyak petani yang harus bersiap dengan kemungkinan gagal panen. Termasuk kita."

Wajah Bu Tindoh terlihat kecewa. Namun sepertinya ia tak mau suaminya mengetahui kesedihan itu.

Terdengar pelan suara Bu Tindoh menyenandungkan lagu berjudul Bebilin.

Inindang..... inindang

Inindang..... inindang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun