Al-Qur'an memberikan perhatian besar terhadap kewajiban berbakti kepada orang tua.
Bahkan setelah menyebutkan penderitaan seorang ibu ketika mengandung dan melahirkan, Al-Qur'an mengajarkan sebuah doa yang menjadi pedoman bagi setiap anak yang ingin menunaikan bakti:
"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah pula. Masa mengandungnya beserta menyapihnya adalah tiga puluh bulan. Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, serta (tunjukilah aku) untuk beramal saleh yang Engkau ridhai; dan berilah kebaikan kepadaku dalam keturunanku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.'" (QS. Al-Ahqaf: 15).
Ayat ini menunjukkan tiga dimensi penting dalam bakti:
1. Syukur kepada Allah dan kepada orang tua sebagai sumber kehidupan dan kasih sayang.
2. Doa agar diberi kemampuan beramal saleh yang diridhai Allah sebagai bukti bakti.
3. Permohonan perbaikan keturunan, karena bakti bukan hanya kewajiban individual, tetapi juga teladan yang diwariskan bagi generasi berikutnya.
Oleh karena itu, bakti kepada orang tua bukan hanya ikatan emosional, melainkan juga amanah spiritual yang memiliki dampak lintas generasi.
Seorang anak yang menjaga hubungan baik dengan orang tuanya sedang meletakkan teladan bagi anak-anaknya sendiri, yang kelak akan memperlakukan dirinya dengan cara yang sama.
Amal Bakti yang Terus Mengalir Setelah Wafat
Berbakti kepada kedua orang tua tidak terputus meskipun mereka telah wafat.