Nasihat yang paling sering didengar adalah:" Berdamailah dengan diri sendiri!"Â
Kedengarannya sangat meneduhkan hati. Tetapi saat diri sendiri yang dalam posisi harus berdamai dengan diri sendiri , baru tahu bahwa:" melakukan tindakan tidak semudah mengatakannya"
Setiap orang pasti pernah terluka. Ada luka yang terlihat jelas di tubuh, ada pula luka yang tak kasatmata namun jauh lebih perih: luka batin. Luka fisik bisa diobati di rumah sakit, tetapi luka batin hanya bisa disembuhkan dengan kasih, kesabaran, dan waktu.
Luka Fisik dan Luka Batin
Dalam perjalanan hidup, kita semua pasti pernah mengalami luka. Bisa luka kecil tersayat silet, kaki terinjak pecahan kaca, atau kepala terbentur dinding kaca. Namanya luka pasti menimbulkan rasa sakit, tergantung pada seberapa parah lukanya. Ada yang sembuh dalam sehari, seminggu, bahkan ada yang butuh waktu berbulan-bulan untuk pulih.
Saya sendiri pernah mengalami luka cukup parah, yaitu tertusuk bambu runcing ketika terjatuh saat melompati pagar. Potongan bambu itu masuk dari paha hingga hampir menembus rongga perut. Entah berapa banyak jahitan yang saya terima, saya sudah tidak ingat lagi. Namun rasa sakitnya masih sangat jelas membekas dalam ingatan. Butuh berbulan-bulan untuk sembuh, dan hingga kini tersisa bekas luka sepanjang 15 sentimeter di pangkal paha.
Luka Batin
Namun ada jenis luka lain yang jauh lebih sulit disembuhkan, yaitu luka batin. Luka ini biasanya datang dari orang yang sangat kita sayangi, orang yang sudah kita anggap keluarga sendiri, bahkan yang pernah kita tolong dengan tulus. Betapa pedihnya ketika semua kebaikan yang kita berikan justru dibalas dengan pengkhianatan.
Menyembuhkan luka batin ternyata jauh lebih sulit dibanding menyembuhkan luka fisik, betapapun parahnya luka itu. Bila hati kita terluka, tidak ada rumah sakit mana pun di dunia ini yang dapat menjahit dan mengobatinya. Hanya diri kita sendiri yang bisa menyembuhkannya.
Walaupun orang yang melukai hati kita sudah meminta maaf, dan kita dengan tulus sudah memaafkannya, luka itu tidak serta-merta tertutup. Butuh waktu lama, bahkan bertahun-tahun, untuk benar-benar menyatukan kembali sobekan hati yang menganga.
Memaafkan dan MelupakanÂ
Mengucapkan kalimat "memaafkan dan melupakan" memang terdengar indah. Namun, percayalah, sungguh tidak mudah melakukannya. Memaafkan saja sudah sangat sulit, apalagi melupakan. Terlebih bila orang yang melukai hati kita adalah sahabat dekat atau seseorang yang sudah kita anggap anak sendiri, yang pernah kita percaya sepenuhnya, tetapi justru merencanakan hal-hal yang menghancurkan hidup kita.
Meski demikian, hanya dengan memaafkan, jiwa kita bisa terlepas dari belenggu kebencian. Dan meskipun melupakan mungkin mustahil sepenuhnya, namun perlahan kita bisa belajar untuk tidak lagi membiarkan luka itu mengendalikan hidup kita. Di situlah letak kedamaian yang sejati.
Langkah untuk Meminimalkan Efek Luka Batin
Agar luka batin tidak terus mengendap dan meracuni hidup, ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan:
Cari kesibukan yang bermanfaat.
Salah satunya adalah menulis. Dengan menulis, kita bisa menumpahkan isi hati, meredakan emosi, sekaligus menjernihkan pikiran.
Bangun jaringan pertemanan yang sehat.
Dekatlah dengan orang-orang yang bisa memberi energi positif, yang mendukung pertumbuhan dan ketulusan kita.
Lakukan kegiatan yang menumbuhkan jiwa.
Misalnya berdoa, meditasi, berkebun, olahraga ringan, atau kegiatan sosial. Semua itu bisa menjadi jalan untuk memulihkan diri.
Belajar menerima dan berdamai.
Bukan berarti membenarkan apa yang dilakukan orang lain, tetapi menyadari bahwa kebencian hanya akan menambah penderitaan kita sendiri.
Hidup Bersifat Dinamika dan sarat RomantikaÂ
Hidup memang tak pernah lepas dari luka. Ada luka yang terlihat jelas di tubuh, ada pula luka yang tersembunyi jauh di dalam hati. Bedanya, luka fisik bisa kita obati di rumah sakit, sementara luka batin hanya bisa kita sembuhkan dengan kasih, kesabaran, dan waktu
Ketika kita memilih untuk memaafkan, sesungguhnya kita sedang membebaskan diri dari rantai kebencian. Mungkin bekas luka itu tidak akan pernah hilang sepenuhnya, tetapi lambat laun ia berubah menjadi pelajaran hidup yang membuat kita lebih kuat, lebih bijak, dan lebih manusiawi.
Jangan biarkan luka batin mengurung kita dalam dendam. Sebaliknya, jadikan ia sebagai tangga untuk naik ke tingkat kehidupan yang lebih damai. Karena pada akhirnya, kebahagiaan bukan datang dari seberapa sempurna hidup kita, melainkan dari kemampuan kita untuk menerima, memaafkan, dan terus melangkah maju.
Jangan lupa bahwa:
Kita tidak mungkin dapat menyenangkan hati semua orang . Karena itu jangan pernah berharap agar semua orang dapat menyenangkan hati kitaÂ
Renungan kecil di pagi musim semiÂ
Tjiptadinta EffendiÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI