Bukan sekadar sendirian di kamar, bukan pula saat tak ada pesan masuk di ponsel.
Tapi sepi yang lebih dalam, ketika kamu sedang berada di tengah banyak orang, tertawa, tapi entah kenapa hatimu seperti kosong.
Ada rasa hampa yang tak bisa dijelaskan, seolah dunia tetap berjalan, tapi kamu tertinggal di sudutnya.
Kesepian semacam ini bukan hal baru, dan bukan cuma kamu yang mengalaminya.
Ironisnya, justru di zaman yang paling "terhubung" inilah manusia paling banyak merasa sendiri.
Kita punya ratusan teman di media sosial, tapi tak tahu harus bercerita ke siapa saat hati sedang remuk.
Kita bisa menelusuri hidup orang lain lewat story 15 detik, tapi sering kehilangan arah dalam kehidupan sendiri.
Inilah realitas yang ingin dibongkar oleh buku Sepi karya Pijar Psikologi, sebuah karya yang tidak hanya bicara tentang kesendirian, tapi tentang bagaimana sepi bisa menjadi ruang untuk bertumbuh.
Buku Sepi karya Pijar Psikologi mengajak pembaca berdamai dengan kesepian, mengenal diri, dan menemukan makna hidup melalui kesendirian yang bermakna. - Tiayarman Gulo
Kesepian di Dunia yang Terlalu Ramai
Coba perhatikan sekelilingmu.
Kita hidup di era di mana semua orang berlomba menjadi "terlihat".
Ada semacam ketakutan kolektif untuk tidak eksis.